Querencia

Delana Siwarka
Chapter #2

1. Awal dari Segalanya

Bali, 27 Maret 2018, 20:33 WIB

Alunan nada mengalun lembut di aula mewah itu. Seorang gadis duduk ditengah panggung dengan bow (penggesek) ditangannya, ia menggesek dan memainkan cello didekapannya dengan sangat syahdu. Matanya memejam, tangan kirinya dengan sangat terlatih berpindah dari satu nada ke nada lainnya, dari satu kunci ke kunci lainnya.

Semua mata tertuju padanya, para penonton tak bisa melepaskan pandangan dari gadis yang memainkan biola raksasa dengan penuh perasaan itu, sementara para juri ikut memejamkan mata sambil bertopang dagu, ada yang tersenyum namun ada juga yang mengerutkan dahi.

Lalu nada lembut itu berganti. Semakin cepat, semakin berat, semakin kompleks. Wajah gadis yang semula damai itu sekarang berubah menjadi mengerut seiring dengan gerakan tangannya yang semakin cepat pula. Orang-orang yang menyaksikan pertunjukan itu menahan nafas, bahkan beberapa meletakkan tangan didada.

Nada ini terdengar sangat menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Hingga sampai pada klimaks musik tersebut, Airan menarik nafas sejenak lalu memantapkan posisi tangannya dan kembali menggesek cello kesayangannya. Tak disadarinya, dua bulir air mata jatuh dari matanya yang terpejam itu.

Para penonton dan juri yang melihat hal tersebut ikut meneteskan air mata merasakan kesedihan yang dipancarkan gadis yang masih memejamkan matanya itu. Tidak salah lagi keputusan Airan untuk memilih Etude no.3 in E major "Tristesse" karya Chopin untuk lomba musik kategori nasional kali ini yang diadakan di Bali.

Ketika Airan selesai memainkan musik pilihannya, ia menghembuskan nafas lega dan membuka matanya dengan perlahan. Airan mengusap pipinya yang basah akan air mata, berdiri dan membungkuk hormat kepada para juri dan penonton.

Sedetik kemudian, aula yang tadinya terdiam seakan tersihir permainan Airan meledak karena tepuk tangan dan pujian-pujian. Juri-juri bahkan berdiri melakukan standing ovation, hingga Airan pun tersenyum lebar dan membungkuk hormat sekali lagi.

"Itu dia performance Airan Pelangi! Berikan tepuk tangannya sekali lagi!" ucap MC pria berumur 20 tahunan dengan sangat bersemangat sesaat setelah Airan memergokinya mengusap air matanya juga.

"Gila, bahkan saya yang sudah bertahun-tahun membimbing acara ini pun terharu banget mendengarkan permainan ini. Tidak disangka musik yang begitu memukau itu datang dari seorang gadis yang baru berumur 15 tahun! Ayo kita berikan tepuk tangan sekali lagi!"

Seketika itu juga, teriakan dan tepuk tangan yang lebih keras dari sebelumnya menggema diseluruh penjuru aula. Hingga sampai Airan membungkuk untuk terakhir kalinya dan mundur ke belakang panggung, suara ricuh penonton masih juga belum berakhir.

Sampai ke area istirahat para peserta, kaki Airan tidak sanggup lagi menopangnya dan ia jatuh terduduk. Tenaganya akhirnya meninggalkan tubuh akibat terlalu tegang sejak tadi. Beberapa peserta lain menghampirinya dan menawarkan bantuan namun semuanya ditolak oleh Airan. Gadis itu menarik nafas panjang, berdiri beberapa saat kemudian lalu duduk dikursinya.

Lihatlah, sampai sekarang pun tangannya masih gemetar. Akhirnya...akhirnya semuanya berakhir. Airan berhasil melakukannya! Airan berhasil memainkan cello dihadapan beribu-ribu pasang mata yang menatapnya tanpa melakukan kesalahan.

Airan mengepalkan tangannya dan melakukan gerakan hula-hula dengan diam-diam. Senyumnya melebar, membuat mata gadis berambut gelombang itu dari sipit menjadi segaris.

Airan cukup bangga dengan kemampuannya sendiri. Tidak, ia bukan gadis yang pemalu yang takut berhadapan dengan orang yang tidak dikenal. Hanya saja dari dulu Airan punya demam panggung. Itulah yang menghambat performanya menjadi kurang maksimal.

Tapi hari ini Airan berhasil mengalahkan ketakutannya dan ia sangat bahagia akan hal itu.

"Perhatian kepada setiap peserta. Harap berkumpul di panggung 20 menit lagi. Pemenang akan segera diumumkan."

Tangan Airan yang tadinya sudah berhenti gemetar terasa dingin kembali mendengarkan pengumuman yang disampaikan lewat speaker itu. Saat yang dinanti-nantikannya datang juga. Jantung Airan mulai berdegup dengan liar, dan ia harus menarik nafas beberapa kali sebelum beranjak dari tempat duduknya dan keluar bersama peserta lain.

Airan berbaris berdiri bersama puluhan peserta lain dari berbagai provinsi diatas panggung. Tadinya Airan tidak begitu memperhatikan kursi penonton karena gugup. Namun kali ini setelah ia sudah agak tenang, Airan mengedarkan pandangan kesekeliling aula, berusaha mencari wajah yang familiar.

Ketemu!

Dibarisan tengah tampak dua orang sedang melambai-lambaikan tangan padanya. Airan tertawa lebar melihat kedua sahabatnya disana. Maria Kamantjaja yang sampai saat ini masih memegang saputangan dan sesekali mengusap matanya yang lembab dan Calvin Kasivadha yang sedang mengacungkan dua jempol padanya.

MC dan juri kembali memasuki ruangan. "Baiklah, tanpa berbasa basi lagi, pemenang akan segera kami umumkan, dan juara pertama pada lomba kali ini akan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat internasional yang akan diadakan di Las Vegas tahun depan!"

Sontak saja seluruh penonton kembali bersorak, tak sabar untuk segera mengetahui hasil lomba tersebut.

"Kita mulai dari juara ketiga..."

Airan menghembuskan nafas kecewa. Sedari tadi ia berusaha menemukan wajah yang paling ingin dilihatnya namun nihil. Seharusnya Airan tahu, tidak mungkin papa mamanya akan hadir melihat perlombaan putri semata wayang mereka ini. Tapi tetap saja Airan sangat kecewa.

Tiba-tiba saja lampu spotlight menyorot dari atas kepalanya, membuat Airan tersadar dari lamunannya dan melihat Maria yang sudah menangis tersedu-sedu di kursinya dan Calvin yang berusaha menenangkannya.

Airan menoleh bertepatan dengan suara MC yang membahana. "SELAMAT KEPADA AIRAN PELANGI YANG BERHASIL MERAIH JUARA PERTAMA!! SELAMAT, ANDA AKAN BERLOMBA MEWAKILI INDONESIA, REKOR TERPECAHKAN UNTUK PEMENANG TERMUDA!!"

Airan membelalakkan matanya lebar. Sebelah tangannya terangkat menutupi mulutnya dengan tidak percaya sementara semua orang termasuk juri berdiri dan bertepuk tangan dengan heboh.

Airan melangkahkan kakinya kedepan hingga sejajar dengan peraih juara kedua dan ketiga. "Mari kita dengar sepatah dua patah kata dari sang pemenang cilik yang sudah berhasil membuat kita semua menangis pada malam hari ini!"

Airan menerima mic dari MC dan mengucapkan terimakasih dengan suara tercekat.

Aula itu hening seketika ketika Airan membuka mulutnya. Beribu-ribu pasang mata tertuju padanya. Airan memantapkan hati, meneguhkan kakinya yang bergetar gugup.

"P-pertama tama, Airan mengucapkan terima kasih buat para juri dan penonton sekalian yang sudah hadir pada malam ini. Terimakasih untuk kesempatan yang kalian berikan kepada Airan." Airan menarik nafas panjang dan manghapus air mata yang mulai mengalir dipipinya.

"Untuk kedua sahabat Airan yang senantiasa mendukung Airan selama ini," Airan menatap kedua sahabatnya dan tersenyum lebar ditengah air matanya yang terus berjatuhan. "Makasih udah hadir disini. Kalian tidak tahu betapa Airan bersyukur memiliki kalian, Airan tidak akan bisa sampai sejauh ini tanpa kalian."

Para penonton kembali dibuat menangis karena Airan. Apalagi Maria, cewek itu sekarang menatap Airan dengan air mata yang lebih deras daripadanya dan kalau Airan tidak salah lihat, Calvin juga matanya berkaca-kaca.

Airan membisikkan terimakasih untuk MC yang sudah berbaik hati menyodorkannya tisu, lalu kembali membuka suaranya. "Dan yang terakhir," Airan menatap kearah kamera yang sedang menyorotnya dan tersenyum. "Untuk papa dan mama, dimanapun kalian berada, Airan sayang kalian. Terima kasih."

Airan membungkuk dalam-dalam dan tepukan tangan kembali terdengar untuk kesekian kalinya. Para juri ikut terharu mendengarkan perkataan Airan dan satu-persatu, mereka naik ke panggung dan memeluk Airan, memberikan pujian dan penyemangat untuknya.

Selesai menerima piala dan penghargaan, Airan kembali ke belakang panggung dan menemukan kedua sahabatnya sudah menunggunya. Maria yang melihatnya langsung berhambur memeluk Airan dengan masih terisak-isak

"G-gila, Ai, g-gue bangga banget sama lo." Maria mengusap ingusnya, membuat Airan agak jijik dan mendorongnya namun Maria tetap keukeuh memeluknya. "Selamat ya Ai, lo pantes ngedapetin semua ini. Semoga dengan ini papa dan mama lo bisa berubah ya."

Airan terharu dan balas memeluk sahabat yang sudah bersamanya sejak masih dalam popok ini. Orangtuanya dan orangtua Maria adalah teman dekat, itulah mengapa Airan sudah mengenal gadis dipelukannya ini luar dalam, baik dan busuknya.

Airan melepas pelukannya dan sedetik kemudian ia masuk ke pelukan yang lain. "Cal, gue ga bisa nafas nih!!" Tak peduli dengan ocehannya, Calvin memeluk Airan semakin erat dan tertawa.

"Habis lo mungil banget sih Ai, pas banget buat gue ketekin."

Airan langsung memukul Calvin dengan gencar sampai cowok itu mengaduh. "Lo yang ketinggian keleusss."

"Dasar pendek!" balas Calvin.

Airan mengerucutkan bibirnya, ngambek. Calvin yang tadinya bercanda langsung mengubah nada suaranya menjadi lebih serius.

"Selamat ya Ai sayang. Lo hebat banget dipanggung tadi, kayak bukan Ai yang gue kenal aja."

Eits, jangan curiga dulu. Airan dan Maria memang baru mengenal Calvin 5 tahun yang lalu, namun mereka bertiga langsung klop, dan sejak saat itu mereka adalah trio kwek-kwek yang tidak terpisahkan. Calvin sudah terbiasa memanggilnya 'sayang', bukan dalam arti romantis, tapi hanya sebagai sahabat, dan mereka berdua sudah terbiasa dengan hal itu.

Airan balas memeluk Calvin. "Makasih Cals sayang hahaha." Airan selalu menyukai pelukan Calvin, hangat dan menenangkan. Meskipun Calvin hobi gonta-ganti pacar, namun Airan tahu, dalam hal persahabatan, Calvin tidak pernah main-main.

Maria menghembuskan nafas lelah. "Nggak kerasa lusa kita udah harus balik ya. Gue nggak pengen sekolahh, maunya di Bali ajaa." rengeknya.

Calvin tertawa dan mengacak-acak rambut Maria. "Kalo gitu, kita harus main sepuasnya malem ini sampe besok ya kan?"

Airan dan Maria yang mendengar ide itu langsung bersorak senang.

"Kalo gitu kita langsung cus! Mau kemana dulu ya?" tanya Maria.

"Makan!"

"Makan!"

Airan dan Calvin yang mengucapkan kata itu secara bersamaan langsung menatap satu sama lain dan tertawa.

Maria juga ikut tertawa. "Dasar rakus kalian berdua!"

***

Samuel Kryptonium sedang menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya diatas meja dan hampir saja sudah menyebrang ke alam mimpi jika bukan karena si recok yang tiba-tiba datang dan menepuk bahunya dengan lumayan keras.

Sam tidak beranjak dari posisinya dan menatap si recok dengan kesal. Tentu saja rasa kesalnya hanya ada pada hati dan tidak akan terlihat di wajahnya, sementara si recok alias Giordon Shangkala sedang memperhatikannya seakan-akan ia adalah binatang langka yang menarik untuk diperhatikan.

"Hebat. Muka lo dari dulu, sekarang sampe selamanya nggak berubah ya Sam." Lalu dia ketawa. Sam menatap muka bodoh Gior dengan datar.

Lihat selengkapnya