Querencia

Delana Siwarka
Chapter #3

2. Pertemuan Kembali? (1)

"Airan!"

Ai menoleh ke arah suara yang memanggilnya dan menemukan sahabatnya Maria yang sedang berlari dengan nafas terengah kepadanya. Airan berhenti ditempatnya dan menunggu Maria menarik nafas sejenak kemudian ikut berjalan bersamanya.

"Lo kemana aja sih? Gue nyari ke UKS lo malah gada. Gue pikir lo kenapa-napa lagi!" oceh Maria dengan sebal sementara yang diomeli malah tertawa kecil. Maria makin sebal melihatnya.

Airan terkekeh meminta maaf dan meraih tangan Maria dan menggenggamnya dengan hangat. "Maria, lo selalu aja khawatirin gue. I'm fine, gue udah mulai terbiasa kok sama respon mama. Nih, gue udah baik lagi." Airan menunjukkan senyum termanisnya agar Maria tidak lagi khawatir dengan dirinya.

Tepat setelah perkataannya, bel istirahat berbunyi. Serempak pintu-pintu kelas terbuka dan seorang guru yang memegang buku pelajaran keluar dan diikuti dengan rombongan siswa baik yang laki-laki maupun perempuan, semuanya berebut ingin cepat-cepat ke kantin untuk mengincar tempat kosong.

Kantin sekolah mereka bisa dikatakan luas, dengan deretan kursi dan meja panjang berwarna coklat kayu dengan lantai senada, jendela-jendela besar yang memancarkan sinar matahari yang saat ini sedang mendung-mendungnya. Lengkaplah sudah. Setiap siswa pasti ingin duduk santai disana sambil menikmati semangkuk makanan yang hangat sambil melihat keluar jendela, bercakap-cakap dengan teman, tertawa bersama dan menggosipkan hal-hal tren yang sedang beredar disekolah.

Namun sayang sekali, Airan tidak termasuk dalam kategori siswa seperti itu. Ia lebih suka membeli dan membungkus makanannya dan menikmatinya dengan perlahan dikelas, ditemani Maria dan Calvin, tertawa dan bercanda bertiga dengan ditemani oleh suasana sepi yang menenangkan.

Airan tidak suka dengan keramaian. Tempat ramai dan dipenuhi banyak orang dan suara-suara bising membuat telinganya sakit dan kepalanya berdenyut. Ia selalu menikmati tempat yang sunyi dan sepi, tempat yang tidak dikunjungi banyak orang, tempat yang bisa menjadi tempatnya melamun dan terkadang jika moodnya sedang sangat baik, ditambah dengan cuaca dan suasana yang mendukung, maka alunan nada dan iringan melodi dapat terbentuk dalam benaknya. Itulah mengapa Airan selalu berusaha untuk membawa buku partiturnya kemanapun ia pergi.

Tapi ada kalanya Airan tidak mau sendiri. Maka disaat-saat seperti itu, kedua sahabatnya akan selalu menemani dan mendampinginya dalam diam. Ia bersyukur Tuhan memberikannya dua sahabat yang begitu pengertian, mereka selalu tahu kapan Airan ingin menyendiri dan kapan ia ingin ditemani.

Seperti saat ini, lagi-lagi ia diingatkan akan betapa pengertiannya Maria. Meskipun Calvin tidak selalu dapat menemaninya karena ia memiliki pacar yang membutuhkan kehadirannya, namun Maria tidak pernah sekalipun absen dari sisinya.

"Bagus deh kalo gitu. Gue udah laper banget nih, yuk kita beli makanan dikantin. Calvin bilang dia bakal nyusul nanti, dia mau mutusin si ratu cabe dulu." Maria dan Airan terkikik mengingat pacar Calvin yang diam-diam mereka beri julukan 'Ratu Cabe'.

Tidak bisa dipungkiri, selera Calvin dalam memilih wanita memang tidak bisa diragukan lagi. Semua cewek yang pernah menjadi pacarnya selalu memiliki sebuah ciri khas yang sudah Airan dan Maria hapal; muka kecil, mata belo, pinggang ramping dan tubuh seksi.

Nah, si ratu cabe tentu saja juga masuk dalam kategori itu. Bahkan bisa dibilang cewek itu memasuki peringkat 10 cewek paling bohai disekolah yang Airan yakin 8 dari 10 itu sudah pernah digebet Calvin.

Memang cewek-cewek disekolah ini tidak bisa meninggalkan Calvin sendiri. Begitu mendengar gosip bahwa Calvin telah putus, lalu besoknya mereka semua akan mengerubungi Calvin bagaikan semut mengincar gula, sengaja menyemprot parfum dua kali lebih banyak dan sengaja membuka kancing baju atas dan memperlihatkan belahan dada.

Di momen seperti itu, Airan dan Maria hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat gerombolan cewek tidak tahu malu yang berlomba menjadi yang paling seksi dan menari perhatian Calvin.

Si Ratu Cabe sudah jadian dengan Calvin sejak seminggu yang lalu. Awal-awal jadian saja Airan sudah tidak menyenangi sikapnya. Si Ratu Cabe merasa sudah paling seksi diantara semuanya sehingga ia memandang rendah cewek-cewek yang melirik pacarnya, menjelek-jelekkan mereka dan bahkan membuli mereka.

Hal yang paling parah adalah dia yang tidak suka dengan keberadaan Airan dan Maria didekat Calvin, bagaimana dekatnya mereka, bagaimana mereka berinteraksi dan bagaimana Calvin lebih mementingkan kedua sahabatnya dibandingkan dengannya.

Dan puncak yang akhirnya membuat Calvin benar-benar muak adalah Si Ratu Cabe yang pagi-pagi sekali muncul di depan rumah Calvin di pagi dimana ia akan berangkat ke Bali menyaksikan lomba yang diikuti Airan.

Ratu Cabe itu dengan tidak tahu malunya mengancam Calvin dengan akan memutuskannya jika ia tetap bersikeras untuk berangkat ke bandara dan membatalkan janji kencan mereka. Dan tentu saja hal itu tidak sedikitpun digubris Calvin. Cowok itu hanya menjawab tidak peduli dengan racauan Ratu Cabe, memasukkan kopernya ke garasi mobil dan masuk kedalamnya, meninggalkan Ratu Cabe yang menggedor-gedor jendelanya diluar dengan bercucuran air mata.

Airan dan Maria memanggilnya Ratu Cabe karena sampai sekarang bahkan mereka tidak tahu nama asli cewek malang yang akan menjadi korban Calvin berikutnya, dan Airan juga ragu apakah Calvin benar-benar mengetahui nama pacarnya.

Habisnya cowok itu seenaknya dengan mudah mengganti pacarnya bagaikan mengganti pakaiannya, dan lebih parahnya lagi cewek-cewek yang menyaksikan hal itu tidak jera untuk tetap merebut posisi menjadi pacar Calvin meskipun tahu mereka akan berakhir dengan penuh air mata sambil memandang punggung pacar--atau mantan pacar--yang bahkan tidak terlalu peduli dengan mereka.

Airan dan Maria memasuki ruang kelas yang sepi dan mengambil tempat duduk disamping jendela, membuka bungkusan mie sop yang kuahnya masih mendidih dan menguarkan aroma kaldu yang sangat kental dan gurih di udara.

Airan mengambil sebiji bakso dengan sendoknya, meniup-niup sebentar dan memakannya, menikmati kekenyalan dan tekstur lembut yang terasa melingkupi mulutnya, berdecak nikmat akan kenikmatan bakso yang hanya bisa ditawarkan oleh kantin sekolah.

"Lo tahu, gue waktu lomba itu pengen banget makan bakso ini. Kok enak banget ya. Kayaknya ini bakso boraks, pengen makan melulu." Airan berbicara dengan mulutnya yang penuh dengan bakso dan menyaksikan Maria yang tampak setuju dengannya.

Maria memasukkan dua bakso sekaligus kedalam mulutnya dan meminum kaldu yang uapnya masih mengepul, menciptakan hawa panas di hari yang dingin ini. "Gue tidak peduli, yang penting ini enak banget. Masa bodo mau ada boraks atau ganja. Ini bakso kok kenyalnya pas banget ya."

Tepat disaat butir bakso yang entah keberapa masuk kedalam mulut Airan, pintu kelas terbuka dan menampakkan sosok cowok yang sudah ditunggu sedari tadi. Calvin berjalan pelan menuju meja mereka dan memegang sudut bibirnya yang lebam sambil meringis.

Maria tersedak tertawa. "Gila, lo dipukul si ratu cabe sampai biru gitu!"

Calvin menarik kursi dengan kasar dan membuka bungkusan baksonya yang masih panas. "Memang kurang asem itu cewek, gue ngomong baik-baik malah dipukul pakai kotak pensil, mana kotak pensilnya dari besi lagi!" Calvin memakan baksonya dengan tidak sabar dan mengaduh ketika panasnya kaldu mengenai luka dibibirnya.

"Makanya cari cewek itu yang bener! Eh nggak ding, lo yang harus dibenerin!" Airan bercanda sambil tertawa lebar sambil sesekali mengipas bibirnya yang panas dan sudah pasti membengkak.

Calvin merengut namun tak urung tersenyum juga. "Lo udah bisa senyum. Bagus deh."

Airan mengangguk dan mengangkat mangkok supnya dan meminum kaldu itu sampai tetesan terakhir dan akhirnya menyengir senang, puas dengan perut kenyang. "Gue tadi keruang musik lama buat main cello, lumayan lah buat pelampiasan. Lo kan tahu gue sedihnya gak lama-lama."

Calvin hanya menyahut seperlunya, fokus pada butiran-butiran lezat yang terpampang didepan mulutnya, menunggu untuk dinikmati. "Kapok gue sama cewek kayak gitu lagi." Calvin mengedipkan sebelah mata kepada Maria. "Maunya sama cewek kalem kayak Maria aja!"

Celetukan itu mendapat balasan lemparan buku dari Maria. "Gue yang ogah sama lo!" Maria tertawa garing, namun tak urung wajahnya tampak memerah.

Mendadak Airan penasaran. "Cals, si ratu cabe itu namanya siapa sih?" Airan menunggu Calvin selesai mengunyah sementara Maria juga mendekat karena penasaran.

"Tiara." jawab Calvin.

"Widih, tumben lo inget! Jawabnya yakin bener!" goda Airan.

Calvin tersenyum masam sambil membungkus makanannya yang telah habis. "Ya, gara-gara itu gue ditimpuk pake kotak pensil. Gue manggil dia Christine, trus dia langsung histeris dan neriak-neriakin namanya dikuping gue."

Airan dan Maria tertawa mendengar curhatan Calvin.

***

Lihat selengkapnya