Quin&King Wedding Organation

Fransiska Ardani
Chapter #1

Chapter #1

“Mon, ikut gue.” Clara memasukkan ponsel ke tas. Waktu tidak mau menunggu. Pasangan yang menggunakan Quin&King Wedding Organation adalah Simon dan Natasya, selebriti naik daun yang meminta segalanya sempurna. Heran, mengapa mereka tidak mencari MUA di ibukota saja, yang namanya lebih bagus dan prestisenya juga lebih ok.

“Mon! Denger nggak sih?” Nada bicara Clara naik satu oktaf melihat earphone terpasang ditelinga Mondy.

“Forever....”

Gadis beralis tebal itu berkacak pinggang melihat Mondy asyik dengan rambut palsu dan manekin sambil bernyanyi. Dia adalah hair stylist Clara Anggriyani di Quin&King---WO yang dibangun olehnya.

“I'll hold you close in my arms. I can't resist your charms.”

Astaga, lagu itu bagus, jika yang menyanyikan Lionel Richie, bukan Mondy. Lelaki itu sungguh memancing emosi Clara. Telinganya bisa bengkak.

“And love, I’ll be---“

“Mondy!” Clara meraih dan melepas benda putih itu dari sebelah telinga Mondy dan lelaki itu menoleh.

“Yes? I’am?”

“Ikut gue. Sekarang!” Clara memasukkan beberapa berkas dalam map. Simon mau Graha Saba Buana menjadi tempat pernikahan mereka. Itu yang membuat Clara harus berpacu dengan waktu. Reservasi di sana tidak sulit, tapi karena banyak yang menikah pada bulan yang sama, maka Clara harus bergerak cepat.

Seharusnya gadis itu tidak perlu capek memikirkan urusan gedung karena itu adalah tugas Ardian. Namun, lelaki itu masih menyelesaikan urusan lain.

Selain pernikahan Simon-Natasya, ada beberapa agenda yang tidak bisa ditinggalkan. Salah satunya adalah fashion Show Bridal Style yang juga semakin dekat. Karena itulah Ardian menuntaskan kontrak kerja sama dengan pihak Solo Grand Mall sebagai tempat berlangsungnya acara. Clara tidak mau semua berantakan. Banyak sponsor yang sudah masuk.

Semua tidak ada masalah, Clara menyukai kesibukan. Semakin tenggelam semakin bagus. Menjadikan gadis dua puluh tujuh tahun itu mampu membunuh ingatan akan cinta pertama yang menghilang tanpa kata. Jika lupa ingatan lebih baik, kenapa tidak? Konyol, bukan?

Clara tidak ingin bersikap seperti itu. Dia kumpulkan sisa hatinya, dan menenggelamkan diri pada bisnis yang dibangun. Boleh dibilang bahwa Quin&King adalah tempat pelarian bagi Clara.

“Beb, nggak mau dirapikan dulu rambutnya?” Mondy membuyarkan lamunan Clara dan menariknya untuk duduk di kursi rias. Tangan lincahnya memilah dan menjepit rambut Clara.

“Mon, kita nggak ada waktu. Harus cepet.” Berkali-kali Clara melihat jam tangan ketika Mondy menata rambutnya.

Ya, meskipun sedikit melambai, hasil karya Mondy sangat halus, tidak kalah dengan MUA ternama. Kontur wajah Clara terlihat sempurna dengan sedikit poles oleh tangan Mondy. Celana pensil berbahan jeans yang dipadukan dengan tanktop hitam dan blazer tosca membuat pemilik Quin&King terlihat menarik. Sedikit sentuhan Mondy pada rambutnya, menjadikan gadis itu sebagai pusat perhatian bagi para lelaki. Cantik, itu yang terlihat.

“Buru-buru amat? Mau ke mana?” Isyana masuk dengan manekin di tangan kiri dan gaun pengantin warna salem berbahan broklat dengan ekor panjang di tangan satunya. Manekin itu dia pasang di dekat dinding kaca yang terlihat dari luar. Gaun panjang nan elegan. Clara menatap nanar.

“Nge-deal gedung buat Simon-Natasya,” sahut Clara. “Ayo, Mon.”

***

Mondy duduk dibalik kemudi ketika Clara menjatuhkan badannya di dalam mobil. Mengecek lagi apa yang perlu dibawa. Brosur dan proposal kerja sama sudah siap.

“Mon, kok nggak bisa ya?”

“Apa?” Mondy tidak merasakan keanehan apa pun pada mobil Clara. Apa yang tidak bisa? Mesin nyala. Rem masih ok. Lalu?

“Kenapa ac nggak bisa on?”

“Alamak, bisa jadi kepiting rebus, Eyke.” Mondy memberengut, “Pakai mobil gue deh.”

Mereka melepas seatbelt, lalu pindah ke Toyota Rush hitam yang terparkir tidak jauh dari tempat itu.

“Penuh amat ini mobil.” Clara melihat kursi penumpang bagian belakang mobil. Mengamati dan memperkirakan kondisi penumpang ketika naik. “Sejam otomatis kram," gumamnya. 

“Sadis amat, Nek.”

“Btw, boleh nggak gue kepo sama isi mobil lo?”

“No! Big no.”

Clara memasang sabuknya sebelum Mondy menginjak gas. Jalan lebih ramai dari biasanya. Aroma setelah hujan menguar. Sayang dia berada di dalam mobil. Kesejukan alami yang mulai langka tidak bisa dinikmati. Gerimis kecil masih jatuh di tempat tertentu yang mereka lewati. Dingin, lembap, itu yang Clara rasakan siang ini. Seketika perasaan tak enak menyentuh hatinya. Kenangan masa lalu mengintip.

Lihat selengkapnya