Quin&King Wedding Organation

Fransiska Ardani
Chapter #11

Chapter #11

Mondy saling tatap dengan Isyana di ruang tamu. Mereka tahu apa yang ingin mereka diskusikan, tapi keadaan tidak memungkinkan. Banyak sekali pesanan baju pesta yang masuk. Jadi Isyana sedikit lebih sibuk dari biasanya, meskipun asistennya yang lebih banyak bergerak. 

Clara memang luar biasa, Quin&King bukan sekedar WO. Di dalamnya, ada butik di bawah divisi Isyana. Salon, di bawah divisi Mondy, juga pesanan cathering di bawah asuhan Ersha. Studio foto juga berkibar bersama Jonathan yang mampu membius wanita yang datang. 

Selain tempat itu ramai oleh tamu, Clara juga mondar-mandir terus di sekitar mereka. Sekadar meminjam sisir pada Mondy ketika Isyana bertengger di sana atau sebaliknya. Gadis itu menjadikan gunting sebagai benda paling penting saat Mondy mampir di area kekuasaan Isyana.

"Bos lo kenapa?" 

Mondy mengangkat bahu. Bisa jadi feeling Clara sudah setara dengan cenayang. Dia tidak memberi celah sedikit saja untuk Mondy dan Isyana untuk berdiskusi---baca ghibah. 

"Biasanya dia kalem, kok hari ini lebih agresif sih." Isyana menopang dagu dengan sebelah tangannya. Gadis itu duduk di meja kerjanya dan menatap sepiring gorengan panas di depannya tanpa selera. 

"Kelebihan kasih sayang mungkin." 

Mondy sibuk mengunyah pisang goreng sembari menunggu moment yang tepat. Mendadak dia dan Isyana menjadi team investigasi antara Clara dan Jaya. Bukan, melainkan Clara, Jaya, dan Jonathan. 

"Gue punya info---" 

Isyana dan Mondy berucap serentak ketika Clara masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu terlihat menekuri laptopnya dengan serius. 

"Lo duluan deh," ucap Mondy mengalah. Intinya lelaki itu kepo terhadap apa yang ada di kepala Isyana. 

Jonathan terlihat masuk ke ruang Clara. Bagus, mereka pasti berbincang lama. Minimal bisa mengalihkan perhatian untuk sementara waktu. 

"Gue udah yakin seribu persen kalo Ray dan Jaya adalah orang yang sama." 

"Dari mana lo bisa seyakin itu?" Suara Mondy kecil sekali, bisa-bisa semut lewat juga tidak bakal mendengar percakapan mereka. 

Mengalirlah cerita Isyana kemarin siang. Ketika dia bertemu dengan Monic dan berniat menguntitnya. 

"Serius lo? Gawat. Brengsek tuh orang." 

"Giliran lo, Mon." 

"Clara sama Jaya memang udah balikan. Baru dua hari yang lalu."

"Jadi, Jaya jalan sama Monic dan Clara sekaligus?" Isyana hampir berteriak. Dia tidak percaya atas fakta yang baru saja dia terima. "Padahal status Monic sama Jaya tunangan, lho." 

"Boleh nggak gue bunuh dia sekarang juga?"

"Jo?" 

Isyana dan Mondy terlonjak mendengar suara dingin dan terdengar mengerikan. Jonathan berdiri di dekat mereka. Entah sejak kapan lelaki itu menyandar pada dinding tanpa ada yang menyadari.

Mondy menarik Jonathan mendekat dan memastikan Clara tidak melihat mereka. Isyana tidak mengira lelaki itu sudah berdiri di sana dan mendengar semuanya. 

"Kenapa lo tahan gue?" Tatapan Jo lebih membunuh daripada suaranya. 

"Dengerin dulu, Jo. Kita nggak bisa bergerak sendiri. Harus cari bukti biar Clara juga percaya sama omongan kita." 

Mondy dan Isyana memutar otak agar Jonathan sedikit lebih tenang. Mereka berdua bisa menebak jika di dalam hati Jo ada Clara. 

"Kelamaan. Gue tebas aja sekalian lehernya. Biar mampus dia." 

Seketika kulit Isyana meremang. Jonathan tidak terlihat seperti biasanya. Rasanya vas bunga yang terpajang di sudut ruangan itu bisa retak hanya dengan tatapan dari Jo. 

"Lo mau Clara nangis terus dan lo terlihat bersalah tanpa bisa ngasih bukti apa pun?" 

Tangan Jo mengepal erat. Lelaki itu meninggalkan mereka dengan pikiran kacau. 

Lihat selengkapnya