"Jadi gimana sih mereka berdua?" Isyana menopang dagunya dengan sebelah tangan.
"Mereka siapa?"
"Bos lo sama itu tukang foto."
"Sembarangan lo." Mondy tersenyum simpul mendengar ocehan Isyana. Mereka memilih duduk di tempat parkir. Isyana membuka pintu penumpang mobil Mondy bagian depan lalu duduk tanpa menutupnya. Sedangkan Mondy mengambil kursi kecil dan menaruhnya agak jauh dari Isyana. Wanita itu pasti berkhotbah panjang lebar jika kena asap rokok Mondy.
"Yang satu belum turun sampai sekarang, satunya lagi datang tapi mukanya jutek banget." Isyana mengayunkan kakinya. "Kaya gini mau liburan."
"Lo coba bicara sama Jo, biar gue temuin Clara." Mondy membuang puntung rokok lalu mencuci muka sebelum naik menghampiri teman sekaligus bosnya.
Rupanya Isyana sudah lebih dulu meluncur menyapa Jonathan yang sibuk dengan ponselnya di dalam mobil. Lelaki itu terkejut ketika Isyana masuk di kursi depan lalu menutupnya rapat. Matanya menyipit mempertanyakan keberadaan Isyana di sana.
"Lo kenapa?" tembaknya langsung tanpa basa-basi. "Kalian berdua aneh. Pagi ini sama-sama diam. Apa liburannya bakal diisi dengan sikap kaya gini? Tau gitu gue mudik aja."
"Gue nggak ngerti, Is. Lo ngomong apa?"
"Gue juga nggak ngerti kenapa mata lo seperti ingin bunuh orang? Lo berantem?"
Jonathan tersenyum kecut. Baru kali ini dia tersenyum ketika bersama orang lain. Hal itu membuat Isyana sedikit tertegun. Berbicara dengan lelaki primadona di Quin&King memang berbeda. Harus siap dengan sikap dinginnya yang melebihi kutub utara. Namun, tidak jika lawan bicaranya adalah Clara.
Semua orang mengira jika itu sebatas sopan santun karena Clara adalah bos mereka. Semakin hari, Isyana merasa ada yang berbeda dari mereka. Membingungkan, padahal kata Mondy Clara sudah pacaran lagi dengan Jaya.
"Ya." Isyana tercengang mendengar jawaban singkat dan tegas dari Jo. "Gue pengen bunuh dia. Setiap kali lihat si brengsek itu jalan sama tunangannya."
"Hah? Lo ketemu Jaya? Di mana?"
"Kemarin setelah ngantar Clara beli ponsel baru dan aktifin nomor. Gue lihat dia jalan bareng Monic. Beruntung Clara nggak tahu. Harusnya gue tunjukin saja semuanya."
"Lo yakin dia nggak tahu?"
Jonathan mengerutkan kening dan menoleh kepada Isyana dengan raut penuh tanya. "Sepertinya nggak."
"Gue cuma nebak sih, Jo. Clara sampai sekarang masih kelihatan suntuk. Kirain berantem sama lo." Tangan Isyana memainkan ponselnya. Memutar-mutar lalu mengetukkan pada dagunya sendiri. "Atau dia lihat semuanya?"
Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bagaimana reaksi Clara jika rahasia Jaya terbongkar. Bukan hanya tentang patah hati, tapi juga pengkhianatan. Semua itu dilakukan oleh orang yang sama. Tanpa sadar Jo mencengkeram erat kemudinya. ***
"Ra, punya kopi?"
"Biasanya juga lo main serobot." Clara masih terlihat santai dengan rambut terbungkus handuk di dalam kamar. Pintunya dia kunci dari dalam. Jadi Mondy hanya bisa masuk sampai ruang televisi.
"Ra, dispenser lo macet. Bisa tolongin?"
"Cerewet banget sih lo!" Kali ini Clara tidak bisa bersabar. Biarlah Mondy teriak-teriak, asal gadis itu masih bisa merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Ra?"
...
"Ra?"
...
"Gue dobrak kalo lo nggak keluar."
Tidak perlu menunggu lama. Suara kunci diputar pun terdengar. Lalu pintu terbuka. Mondy melihat mata gadis itu masih bengkak meskipun Clara sudah memgompres semalam penuh.
"Lo kenapa?" Tangan sahabatnya itu menahan pintu kamar agar tetap terbuka.
"Gue? Nggak kenapa-kenapa tuh." Clara menyingkirkan tangan Mondy dan menghampiri dispensernya. "Baik-baik aja Mon. Lo ngibulin gue."
"Lupain kopi. Siapa yang buat lo jadi macam zombie gini?"
"Apa sih, Mon? Kita berangkat jam berapa?" Clara tahu apa yang diinginkan Mondy. Dia juga tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu jika Clara membuka suara.
Gadis itu tidak bisa menceritakan apa yang terjadi semalam. Ketika Jaya menemuinya dan semuanya menjadi runyam. Namun, Mondy bukan orang yang bisa diberi alasan atau dialihkan perhatiannya. Dia akan memaksa Clara dengan berbagai cara. Akhirnya gadis itu membuka mulut.***
"Jadi karena dia?" kata Jaya mengulangi pertanyaannya malam itu. Setelah Clara mengantar Jo masuk ke taksi onlinenya.