Quin&King Wedding Organation

Fransiska Ardani
Chapter #17

Chapter #17

Langkah demi langkah telah dilalui. Jalan menuju puncak tidak seperti gunung pada umumnya. Anak tangga buatan sudah siap menjadi pijakan bagi mereka. Ada dua rombongan lain yang bersama mereka yang masing-masing berjumlah empat dan enam orang.

Ari, asisten Jo di kantor memimpin perjalanan mereka di depan. Karena selain Jo, dia salah satu orang yang pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Di belakangnya ada Isyana, Mondy, Clara dan Jo paling akhir. Lumayan terjal juga, beberapa kali Clara berhenti sebentar untuk menghirup udara lebih banyak, lalu mengejar ketinggalannya dari Mondy.

"Sini." Jo meraih tas ransel Clara yang kecil tapi padat isinya.

"Nggak usah, Jo. Kamu kan udah bawa tas. Berat tahu bawa dua."

"Nggak. Tasku enteng kok. Coba aja angkat."

Clara berjalan ke belakang Jo dan mencoba menarik tas dipunggung lelaki itu ke atas. "Angin doank isinya." Dia terkekeh menyadari tas besar itu tidak seberat yang dibayangkan. "Kenapa bawa tas sebesar ini?"

"Buat nampung kamu kalo nggak kuat jalan."

"Ah, resenya kumat."

Jonathan melepas banieheat hitam yang dipakainya menaruh di kepala Clara. Kemudian lelaki itu menarik sesuatu dari saku dibagian samping tasnya. Slayer biru dongker dengan motif batik itu dia ikatkan menutupi rambutnya. Lelaki itu tersenyum simpul lalu mengulurkan sebotol air mineral untuk Clara. 

"Buat aku? Thank's." Clara sebenarnya tidak begitu haus di tengah udara dingin yang menembus kulit seperti ini. Jadi dia hanya menggenggam botol itu.

"Bawain. Punyaku, jangan diminum."

"Hah?" Clara melotot sebal. Dia meninju pelan lengan Jo lalu mendahuluinya beberapa langkah. 

"Sini tasnya." Rupanya Jo menyejajari langkah Clara lagi. Gadis itu tidak siap atas tarikan Jo pada tasnya. 

"Wuaaa!!!" 

Beruntung tangan Jo sigap meraih lengan Clara. Jika tidak, sudah pasti gadis itu terjun ke jurang. "Hati-hati. Bahaya tau." Jo belum melepaskan lengan Clara sampai gadis itu memperoleh keseimbangannya kembali. 

"Mon!" 

Mondy menoleh lalu turun beberapa langkah menghampiri Jo. Dia juga memberi kode untuk Isyana dan Ari untuk berhenti. 

"Kita istirahat bentar." Jonathan meraih botol ditangan Clara membuka tutupnya yang masih tersegel lalu menyodorkan lagi pada gadis itu. "Minum," katanya.

Clara tertegun sekali lagi. Lalu dia duduk di salah satu undakan setelah berhasil mengatasi gemuruh aneh di dadanya. Gadis itu menghadap ke bawah. Benar sekali, jika jatuh, dirinya mungkin tidak tertolong. Jonathan turun lagi dan berdiri pada dua undakan di bawah Clara. Mereka memberi jalan pada rombongan yang ingin mendahului. 

"Jalan lagi yuk," ajak Jo.

Setelah dirasa dirinya membaik, Clara berdiri dan membersihkan celananya sendiri. Lalu mengangguk pada Jo sebagai ajakan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Jam sudah menunjuk pukul tiga lebih sepuluh menit. "Masih jauh, Jo?" 

"Nggak. Itu udah kelihatan puncaknya." 

Meskipun Jo menunjuk puncak bukit Sikunir yang terkenal dengan sunrise-nya, tetap saja Clara tidak bisa menangkap gundukan tanah yang disebut puncak itu. Keadaan di sekitarnya masih sangat gelap. Jonathan selalu mengarahkan senternya sampai di depan Clara agar gadis itu dapat melihat jalan. 

Lihat selengkapnya