Silau matahari yang mulai menampakkan diri bukanlah alasan semua orang untuk bangun sepagi ini, namun teriakan yang sangat melengking menjadi penyebabnya. "Kyaaaaaa!"
Seorang gadis dengan rambut panjangnya yang berantakan dan mata sedikit sembab melompat dari tempat tidurnya dengan sebuah bantal di tangannya. Sementara laki-laki yang juga ikut berbaring di sebelahnya mengerjapkan mata setelah mendengar pekikan yang khas itu.
"Kamu apaan sih, Sha?" Ia membalikkan tubuhnya agar bisa melihat wajah gadis itu dengan mata masih setengah mengantuk.
"Abang?” Matanya melotot seakan keluar dari kelopaknya. “Kenapa bisa di kamar aku?"
Tok tok tok!
Belum sempat menjawab pertanyaan sang adik, pintu pun diketuk oleh seseorang, membuat perhatian kakak-beradik itu langsung mengalihkan perhatian ke arah pintu berwarna putih tulang itu. “Buka sana!” perintah sang kakak.
Gadis itu melemparkan bantal perseginya ke wajah sang kakak. “Hah? Ogah! Buka sendiri sana.” Ia mendaratkan bokongnya di atas kasur, lalu mengambil smartphone yang diletakkan di atas nakas.
“Dasar adek durhaka!” Sang kakak mengumpat dengan nada kecil. Akan tetapi, telinga gadis itu cukup tajam sehingga bisa mendengar apa yang diucapkan oleh kakaknya.
Laki-laki itu hanya bisa mendengus kesal karena tak ingin memperpanjang keributan dengan adiknya. Meski tubuhnya malas untuk digerakkan, ia putuskan untuk melihat siapa yang telah mengetuk pintu kamar adiknya.
Ceklek!
Gerak kakinya belum sampai di dekat pintu, namun perlahan pintu itu mulai terbuka lebar dan menampilkan sosok wanita berusia sekitar 40-an dengan tatapan heran.
“Kenapa kamu teriak-teriak, Sha?”
Quinnsha Qiana Kusuma. Gadis berusia 17 tahun yang memiliki ukuran tubuh cukup tinggi, paras menawan, mata tidak terlalu bulat dan sipit, hidung sedikit mancung dan bibir tipis berwarna merah muda. Ia bersekolah di SMA swasta -SMA Kusuma Bangsa- di ibukota. Namun, bukan berarti sekolah itu adalah milik keluarga Quinnsha.
Quinnsha memutar tubuhnya sehingga bisa melihat keberadaan wanita itu.
"Bang Alan nih, Ma. Kok dia bisa ada di kamar aku?" Quinnsha mengadu kepada Mama Sinta atas keberadaan Alando.
Alando Delario Kusuma. Manusia yang sangat menyebalkan dan tak pernah terlihat pasangannya alias jomlo merupakan kakak kandung Quinnsha yang bekerja di perusahaan papanya. Meski begitu, Quinnsha sangat menyayangi kakaknya.
"Abang kamu baru nyampe jam 3 tadi dari Bandung. Katanya kangen sama kamu, jadi langsung masuk sini," jawab Mama Sinta.
“Iya. Abang kira kamu belum tidur, eh malah udah jadi kebo.” Alando berjalan menuju kasur empuk milik Quinnsha untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu.
"Oh gitu. Ya udah, Quinnsha mau mandi dulu. Dan Abang pindah ke kamar sana. Nanti banjir di mana-mana." Quinnsha beranjak ke kamar mandi dengan berlari kecil sambil tertawa besar.
"Awas kamu, Sha!” ancam Alando.
***
Setelah melakukan ritualnya, Quinnsha menyemprotkan parfumnya ke seluruh tubuh, hingga bau harum menyebar di ruang kamarnya. Dirasa cukup, Quinnsha memutuskan untuk turun ke ruang makan. Langkah kakinya melewati satu per satu anak tangga. Dari pertengahan tangga itu, ia bisa melihat papa, mama serta abangnya yang telah menunggu di meja makan.
"Selamat pagi!" sapa Quinnsha dengan menampilkan senyum manis miliknya. Ia mendekati Papa Satria untuk mendapatkan kecupan hangat di keningnya.
"Pagi juga, Sayang," balas Papa Satria seraya melakukan apa yang telah menjadi kebiasaannya.
"Lama banget mandinya, Sha. Kita udah nunggu kamu daritadi. Perut abang udah dangdutan," keluh Alando.