Gemerlap bintang dan terangnya bulan malam ini membuat Quinnsha semakin terhanyut dalam lamunannya. Semenjak ia bertemu dengan cowok yang berada di taman petang tadi, entah perasaan apa yang menyelimuti hatinya. Perkataan yang dilontarkan selalu terngiang di ingatan Quinnsha.
Flashback on
"Lo? Ngapain lo disini?" tanya Quinnsha dingin.
Bukannya menjawab, cowok itu terus memandangi mata bulat yang dimiliki Quinnsha. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh cowok itu, hingga bentakan Quinnsha bergema di gendang telinganya.
"LO NGAPAIN KESINI, GALEN?!" bentak Quinnsha. "LO NGIKUTIN GUE?!" lanjutnya.
Alister Galen Pratama, rival Quinnsha di sekolah. Gadis itu mengakui bahwa Galen memang lebih pintar dan tampan baginya. Namun, ia sangat tidak menyukai Galen karena sikap cuek dan dinginnya.
Bentakan itu membuat pengunjung yang berada di taman, seketika menoleh ke arah Quinnsha dan Galen, termasuk Alando yang masih menunggu pesanan adiknya.
Quinnsha sadar bahwa suasana taman berubah hening. Oleh karena itu, ia mengecilkan suaranya tanpa mengubah ekspresinya. “Mau apa lo ke sini?” tanya Quinnsha dengan nada sinis, sementara cowok itu tetap bersikukuh untuk diam.
Melihat Quinnsha dan Galen sudah tenang, para pengunjung langsung kembali pada kegiatannya masing-masing. Tapi berbeda dengan Alando, ia segera membayar es krim tersebut dan menghampiri sang adik.
"Ada apa, Sha?" tanya Alando sambil mengelus punggung sang adik untuk menenangkannya menggunakan tangan kirinya yang bebas.
Quinnsha menoleh ke arah Alando yang berdiri sampingnya. Dengan segera, ia menghela napas dengan kasar agar emosinya cepat mereda. "Ini, Bang. Ada orang yang ditanya dari tadi tapi cuma diem aja," jawab Quinnsha sambil menahan amarahnya.
Alando yang mengetahui bahwa orang yang dimaksud adiknya itu adalah Galen, langsung bertanya kepada cowok itu. Ya, Alando telah mengetahui sosok Galen, karena Quinnsha yang selalu mengungkapkan kepadanya tentang rasa kesal dan tidak suka adiknya kepada Galen.
"Gal, lo kenapa di sini?" tanya Alando kepada Galen.
Lagi-lagi Galen tak menjawab. Hanya kebisuan yang diberikan Galen kepada kakak beradik itu. Tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya sejak tadi. Entah dirinya yang memang bisu atau dengan sengaja ia memang tak mau membalas perkataan Alando dan Quinnsha. Tatapan yang diberikan seakan-akan ingin mengatakan sesuatu, tetapi itu mustahil terjadi ketika Quinnsha telah berdiri dari bangkunya.
"Ayo, Bang, kita pulang aja. Sha udah nggak mood. Terserah dia mau ngapain di sini," ajak Quinnsha sambil menarik tangan Alando.
"Ayo, tapi sebentar. Abang mau pamit ke Galen dulu, ya," ujar Alando kepada Quinnsha.
Quinnsha menuruti permintaan Alando agar melepaskan cekalan tangannya. Gadis itu membiarkan kakaknya menghampiri si patung.
"Gal, kita pulang dulu," pamit Alando sambil menepuk bahu Galen.
Setelah itu, Alando kembali mendekati adiknya yang berdiri tak jauh darinya. Sementara Galen masih tetap nyaman berada di posisi yang sama. Hingga jarak yang sudah sedikit menjauh, terdengar sebuah teriakan seseorang yang memanggil nama Quinnsha.
"QUINNSHA!" teriak Galen.
Langkah kaki Quinnsha dan Alando terhenti, dengan posisi mereka yang masih menghadap ke depan.
"LO PACAR GUE SEKARANG!"
"Mulai sekarang, lo bukan rival gue lagi tapi lo cewek gue!" jelasnya. Napas Galen memburu setelah mengeluarkan semua yang harus ia katakan.