Dunia seakan tidak adil, kehadiran tiga orang di hadapannya semakin memperburuk suasana. Pita tidak habis pikir dengan rencana kedua orang tuanya yang berusaha menjodohkan pada anak dari temannya. Jika saja hal ini dibicarakan oleh ketiga sahabatnya, sudah pasti mereka akan menertawakan kesialan tersebut.
Keempat orang tua yang berada di ruangan tamu, tidak henti-hentinya bercerita, bernostalgia tentang masa-masa remaja mereka. Dan Pita semakin heran dengan alasan dua keluarga berkumpul untuk menceritakan masa lalu ataukah menjalankan rencana mereka. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran orang tua.
Pita menaikkan sebelah alis, menatap laki-laki di depannya yang juga terlihat bosan dengan pembicaraan yang berlangsung. Dan di saat yang tepat, panggilan masuk dari sahabatnya. Pita mengambil izin keluar untuk mengangkat panggilan sekaligus membebaskan diri dari masalah yang baru saja dihadapinya.
“Kamu benar-benar nyelamatin aku, Kenya.” Pita mendaratkan tubuh pada bangku taman yang berbahan dari potongan kayu. Kakinya tak berhenti ia gerak-gerakan sambil menikmati embusan angin yang menerbangkan rambutnya.
“Kalau begitu, apa imbalan yang harus aku terima?” tawar Kenya dengan kekehan khasnya.
“Milk shake?”
“Ah itu terlalu murah, starbuck bagaimana?” saran Kenya yang membuat Pita mendehem pasrah menerima. Kenya bersorak di balik gawainya, hingga Pita harus memberi jarak dari gawai pada telinga.
“Kamu sibuk?” suara yang tiba-tiba datang di sampingnya, membuat Pita memalingkan wajah, dan segera mematikan sambungan panggilan. Pita menggelengkan kepala, kemudian menggeserkan tubuh memberi ruang pada laki-laki tersebut untuk duduk.
“Aku tidak pernah menginginkan perjodohan ini.” Pita tanpa sadar mengutuk orang di sampingnya dalam hati, jangankan laki-laki itu, ia juga tidak menginginkannya apalagi setelah mengetahui sifat sombong tersebut, “jadi, tolong bilang dengan orang tua kamu untuk batalin perjodohan ini.”
“Aku tahu kalau kamu ingin....”
“Tunggu, kamu pikir aku mau? Orang kayak kamu...? ” Pita memerhatikan penampilan laki-laki tersebut yang menurutnya masih di bawah kata lumayan, “lebih baik aku balikan sama mantanku,” sambungnya kembali menghadap ke pohon besar di halaman rumahnya.
Pita hanya bisa meratapi nasibnya sendiri karena yang baru saja dikatakannya adalah kebohongan. Ia tidak pernah menjalin hubungan, hidupnya hanyalah ia nikmati sendiri tanpa peduli siapa teman hidup nanti. Yang terpenting baginya, ia memiliki sahabat dan keluarga yang tetap mensupportnya.
“Orang tua aku nggak akan peduli dengan penolakan perjodohan ini.”
“Begitu juga dengan orang tua aku.”