Malam itu angin bertiup kencang. Orang-orang semakin merapatkan jaket yang mereka kenakan dan memacu langkah kaki semakin cepat menuju tempat tinggalnya masing-masing.
Begitu juga dengan dengan seorang pemuda yang saat ini sedang berjalan dengan cepat -bahkan hampir berlari- di trotoar di samping jalan raya yang sibuk dilalui kendaraan beroda empat itu sambil menenteng sebuah kantong plastik berukuran sedang yang entah berisi apa.
Kaki berbalut sepatu Converse itu kemudian berbelok di salah satu gang gelap yang berada diantara gedung-gedung pencakar langit itu. Setelah sebelumnya dia memastikan tidak ada seorang pun yang mengikutinya dia kemudian kembali berjalan menuju sebuah gudang tidak terpakai yang berada di tengah-tengah ilalang yang hampir melampaui tinggi badannya yang terbilang tinggi untuk ukuran anak Sekolah Menengah itu.
Setelah sampai di tempat yang dituju, dia langsung masuk tanpa ragu. Kemudian meletakkan kantong plastik yang sedari tadi di bawa olehnya itu kasar di atas sebuah meja yang berada di dalam gudang tersebut. Dan ternyata dia tidak sendiri di tempat itu, sudah ada orang lain yang menunggunya di dalam gudang usang itu. Walau dari luar gudang tersebut terlihat tidak layak pakai. Tetapi di dalam nya terlihat sangat nyaman dan dilengkapi banyak keperluan yang sekiranya mereka butuhkan. Tidak seperti tampilan luarnya yang terlihat hampir ambruk, gudang itu lebih dari kata nyaman untuk dikatakan sebagai gudang kosong tak terpakai.
"Kamu beli pesananku kan Nath?" tanya seorang remaja laki-laki bersurai coklat pada lelaki yang dipanggil Nath olehnya tadi.
"Kamu bisa liat sendiri Ndrian," sahut pemuda bernama lengkap Nathaniel itu malas sambil mengambil salah satu kursi untuk digunakannya.
"Nath..." Kali ini lelaki berambut coklat gelap yang memiliki warna senada dengan bola matanya yang berbicara.
"Ada apa lagi Alvin?" jawab Nath jengah. Jujur saja, dia lelah karena mereka menyuruhnya untuk membeli makanan di supermarket di ujung jalan yang bisa dikatakan tidak dekat itu. Ditambah angin yang sedari tadi tidak berhenti sewaktu dia pergi bahkan sampai sekarang dan jangan lupakan jalanan yang sangat ramai walau cuaca sedang tidak baik.
"Kamu bisa urus pacarmu ini? Dia sangat menyebalkan," ucap Alvin sambil menunjuk seseorang yang sedang berada diseberang meja yang tepat berhadapan dengannya.
"Ella..." Tegur Nath pada Bella yang mana dia satu-satunya perempuan disana. Sembari menatapnya.
"Kenapa? Aku tidak berbuat hal aneh apapun babe. Ali saja yang melebih-lebihkan." Ali itu panggilan cinta Bella pada Alvin.
"Tetap saja. Kalian itu selalu bertengkar. Sesekali akurlah dengan sepupumu itu. Bagaimanapun dia itu keluargamu. Ah, kami juga tentunya. Dan... jangan ganggu aku lagi. Aku ingin istirahat. Aku lelah," ucap Nath sambil memejamkan matanya dan merebahkan tubuhnya di sofa yang berada di sudut ruangan tersebut. Entah sejak kapan dia berada di situ.
"Baiklah Nath. Good night babe."
"Dasar sepupu iblis," desis Bella sambil menatap tajam pada Alvin.