Hari-hari berlalu seperti angin yang lewat tanpa suara. Tanpamu, langit tak lagi biru, malam tak lagi bersinar, dan waktu hanya menjadi saksi betapa aku masih di sini—menunggumu, meski kau tak pernah benar-benar menjanjikan akan kembali.
Aku mulai berbicara dengan diriku sendiri. Di bawah langit sore yang dulu mempertemukan kita, aku duduk membisu. Seolah-olah kenangan tentangmu tertulis pada setiap butir debu yang berterbangan. Dan aku membaca semuanya—lagi dan lagi, meski menyakitkan.
Di dalam mimpiku, kau masih hadir. Kita berjalan berdampingan di dunia yang tak punya nama. Kau tersenyum, seperti biasa, tapi setiap kali kupegang tanganmu... kau menghilang. Aku terbangun dengan dada sesak, dan mata yang selalu basah.