"Luka Cinta, Luka Hati"

Umi Zaenab
Chapter #2

Kembali ke Masa Lalu

Bab 6: Pertemuan Tak Terduga

"Hujan deras mengguyur kota, membasahi jalanan dan hati Alya yang sedang gundah gulana. Ia memilih duduk di sudut kafe yang paling tenang, berharap secangkir kopi panas bisa menghangatkan jiwanya yang dingin. Pandangannya tak sengaja tertuju pada seorang pria yang sedang duduk sendirian di dekat jendela. Pria itu terlihat begitu akrab, namun Alya berusaha keras untuk tidak mengingat siapa dia.

Seketika, ingatan tentang masa lalu menyeruak ke dalam pikirannya. Wajah tampan itu, senyuman yang dulu selalu membuatnya merasa aman, dan janji-janji manis yang pernah diucapkan. Alya tertegun. Tidak mungkin, bukan? Pria itu... Dio? Jantungnya berdebar kencang. Dengan ragu, Alya mengangkat kepalanya dan menatap pria itu lebih lama. Ya, itu dia! Dio. Pria yang pernah menghancurkan hatinya.

Alya terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk. Ingin rasanya ia bangkit dan pergi dari tempat itu, namun kakinya seakan terpaku di tempat. Dio yang menyadari kehadiran Alya, perlahan-lahan menoleh. Tatapan mereka bertemu, dan seketika suasana menjadi canggung. "Alya?" sapa Dio dengan suara yang sedikit serak. Alya hanya mengangguk kecil, tidak sanggup untuk berbicara.

Hening menyelimuti mereka. Ingin rasanya Alya bertanya banyak hal, tapi kata-kata seolah macet di tenggorokannya. Akhirnya, dengan suara yang gemetar, Alya berkata, "Apa yang kamu lakukan di sini?" Dio tersenyum pahit. "Aku... aku hanya ingin melupakan segalanya."

Alya menatap dalam ke mata Dio, mencoba mencari kejujuran dalam tatapannya. Namun, yang ia lihat hanyalah kesedihan dan penyesalan. "Melupakan segalanya?" tanya Alya dengan nada getir. "Mudah sekali bagimu untuk mengatakannya. Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan luka yang kau tinggalkan?"

Dio terdiam, tidak dapat membantah. Ia tahu bahwa kata-katanya tidak akan cukup untuk menyembuhkan luka yang telah ia berikan pada Alya. Suasana menjadi semakin tegang. Keduanya terjebak dalam keheningan yang menyakitkan.

Dio menghela napas panjang. "Alya, aku tahu tidak ada alasan yang bisa membenarkan apa yang telah kulakukan. Tapi, kau harus tahu bahwa aku tidak pernah bermaksud menyakitimu. Ada alasan di balik semua ini..."

Alya mengangkat alisnya, penasaran. "Alasan? Alasan apa yang bisa membenarkan pengkhianatanmu?"

Dio pun menceritakan alasan di balik tindakannya. Mungkin saja ia terpaksa melakukan sesuatu karena tekanan dari orang lain, atau mungkin ia memiliki masalah pribadi yang membuatnya mengambil keputusan yang salah.

Dio menjelaskan bahwa ada orang lain yang terlibat dalam hubungan mereka. Orang itu telah membujuknya untuk berbohong kepada Alya. "Aku tahu ini tidak bisa menjadi alasan, tapi aku terjebak dalam situasi yang sulit," ucap Dio.

Alya merasa dilema. Di satu sisi, ia marah pada Dio karena telah membohonginya. Di sisi lain, ia juga merasa kasihan padanya karena telah terjebak dalam situasi yang sulit.

Alya menarik napas dalam-dalam, menatap wajah Dio yang penuh harap. Hatinya bergemuruh, perasaan bersalah dan kecewa bercampur aduk. Ia mengingat semua kebohongan yang telah diucapkan Dio, semua luka yang telah ia derita. "Dio," ucapnya lirih, "Aku sudah berusaha memaafkanmu. Tapi, sakitnya masih terlalu dalam. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini."

Dio terlihat terpukul. Ia meraih tangan Alya, namun Alya menariknya pelan. "Aku butuh waktu untuk menyembuhkan hatiku. Aku harap kau mengerti," lanjut Alya.

Dengan berat hati, Dio melepaskan tangan Alya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa memaksakan Alya untuk tetap bersamanya. "Aku akan selalu mencintaimu, Alya," ucapnya dengan suara bergetar.

Alya memutuskan untuk fokus pada karirnya. Ia mengikuti beberapa kursus untuk meningkatkan kemampuannya dan mendapatkan promosi di kantor. Ia juga aktif dalam kegiatan sosial, seperti menjadi relawan di sebuah organisasi non-profit. Melalui kegiatan-kegiatan ini, Alya merasa lebih berguna dan bahagia.

Sementara itu, Dio merasa sangat kehilangan Alya. Ia mencoba untuk mendekati Alya kembali, namun Alya tetap bersikap dingin. Dio menyadari bahwa ia harus menghormati keputusan Alya dan memberikan ruang bagi Alya untuk move on.


Bab 7: Perasaan yang Bingung

Hujan rintik-rintik membasahi wajah Alya. Ia berdiri di bawah atap halte, menatap genangan air yang memantulkan cahaya lampu jalan. Dinginnya malam seakan menembus hingga ke dalam hatinya. Perasaan bingung dan gelisah terus menghantuinya.

Alya dan Dio, dua sejoli yang sudah menjalin hubungan selama tiga tahun, kini tengah menghadapi babak baru dalam kisah cinta mereka. Dulu, setiap pertemuan adalah pesta bagi hati. Tatapan mata mereka saling terpaut, senyum merekah di wajah, dan setiap sentuhan terasa begitu berarti. Namun, belakangan ini, segalanya terasa berbeda.

Dio mulai merasa ada jarak di antara mereka. Alya yang dulu selalu ceria, kini sering melamun. Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan di benaknya. Apakah cintanya sudah pudar? Ataukah ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan?

"Ly, ada apa sih? Kamu kok akhir-akhir ini sering melamun?" tanya Dio suatu sore, saat mereka duduk di taman favorit mereka.

Alya tersenyum tipis, "Enggak papa, Dio. Cuma lagi banyak pikiran aja."

Dio meraih tangan Alya, "Kamu bisa cerita sama aku, kok. Aku kan selalu ada buat kamu."

Alya terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. "Aku juga bingung harus cerita apa. Perasaan aku sendiri aja masih kacau."

Dio semakin khawatir. Ia tahu Alya adalah sosok yang kuat, namun melihatnya seperti ini membuatnya merasa tidak berdaya. Ia ingin sekali membantu Alya, tapi ia tak tahu harus dari mana memulainya.

Sementara itu, Alya juga merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Ia masih mencintai Dio, tapi belakangan ini ia merasa ada sesuatu yang kurang. Ia sering membayangkan masa depan mereka, namun selalu merasa ada kekosongan yang tak terisi.

"Mungkin aku butuh waktu untuk sendiri, Dio," ujar Alya akhirnya.

Dio terkejut mendengarnya. "Berapa lama?"

Alya menggeleng, "Aku juga nggak tahu. Aku hanya perlu waktu untuk memikirkan semuanya."

Dio merasa hatinya hancur. Ia tidak ingin kehilangan Alya, tapi ia juga tidak ingin memaksanya. Akhirnya, ia mengiyakan permintaan Alya.

Beberapa minggu berlalu, Alya dan Dio sama-sama berusaha untuk memahami perasaan masing-masing. Mereka saling memberi ruang dan waktu untuk berpikir.

Suatu hari, Alya memutuskan untuk menemui Dio. Dengan hati yang berat, ia mengungkapkan semua yang ada di pikirannya. Ternyata, Alya merasa dirinya sudah berubah dan tidak lagi cocok dengan Dio. Ia merasa perlu mengejar mimpinya yang selama ini tertunda.

Dio mendengarkan dengan seksama. Ia merasa sakit mendengarnya, tapi ia juga memahami perasaan Alya. Setelah berpikir panjang, Dio memutuskan untuk melepaskan Alya. Ia ingin Alya bahagia, meski itu berarti harus kehilangannya.

Dengan berat hati, mereka mengakhiri hubungan mereka. Meski begitu, keduanya masih menyimpan rasa sayang satu sama lain. Mereka berharap suatu saat nanti, mereka bisa bertemu kembali sebagai teman.

Lihat selengkapnya