Mahasiswa Abadi: OSPEK

Muhaimin
Chapter #6

Konsolidasi Jumat Dini Hari

“Semua ketua panitia penerimaan mahasiswa baru bersama satu anggotanya harap memilih tempat yang representatif untuk membina ketua angkatan mahasiswa baru. Agenda kita saat demonstrasi pagi menjelang siang hari ini adalah mendengarkan orasi dari ketua angkatan yang mewakili seluruh mahasiswa baru.” Kata kanda Sul kepada ketua panitia penerimaan mahasiswa baru dari setiap fakultas.

Tidak seperti senior-seniornya, Deka sudah mulai oleng. Ia tidak terbiasa tidur diatas jam 12 malam. Tercatat oleh kanda Sul, Deka sudah delapan kali ia menguap dan tiga kali mengucek matanya.

“Mahasiswa baru yang tidak terbiasa begadang, kalian cuci muka dulu sebelum mendengar materi. Jika butuh kopi, silahkan bikin sendiri. Apa ada dari kalian yang perokok?” Kata kanda Sul sebelum Deka menguap untuk kali kesembilan. Tidak satupun dari mahasiswa baru yang mengkonfirmasi bahwa mereka perokok.

“Mohon maaf kanda. Jujur, saya sangat antusias. Tapi ini kali pertama saya terjaga hingga dini hari. Sekali lagi maaf kanda.” Jelas Deka kepada kanda Sul.

“Ini baru permulaan. Kamu beruntung karena saat ini kamu akan merasakan nikmatnya belajar saat sebagian besar orang terlelap. Model belajar seperti ini akan sangat familiar jika nantinya kamu sudah benar-benar menyandang status mahasiswa - belajar hingga subuh. Anggap saja ini simulasi.” Balas kanda Sul yang telah terbiasa belajar dengan metode ‘sistem kebut semalam’ terutama menjelang final (ujian akhir).

Bagi kebanyakan mahasiswa, belajar hingga waktu subuh dianggap sebagai sebuah prestasi - manifestasi dari kata ‘mahasiswa’ yang berarti orang yang paling tekun dan giat belajarnya. Hal yang tidak disadari oleh kebanyakan mahasiswa adalah efektivitas dari belajar dengan sistem tersebut yang, berdasarkan teori, hanya dapat singgah di short-term memory saja. Efeknya, mereka dapat dengan cepat melupakan materi yang mereka pelajari - bahkan bisa berujung blank. Akumulasi efek dari kebiasaan ini adalah mencap atau melabeli diri sendiri sebagai seorang pelupa. Awalnya hanya percaya bahwa saya pelupa. Akhirnya akan menjadi pelupa sungguhan - padahal otaknya normal-normal saja.

Jika dijelaskan menggunakan pendekatan bidang ilmu linguistik, dikenal istilah input, intake, dan output. Secara sangat sederhana, input berarti materi yang dibaca atau didengar, intake berarti materi yang ‘hinggap’ atau yang ‘nyangkut’, dan output berarti kemampuan menjelaskan atau menuliskan kembali materi yang telah dipelajari. Sesuai istilahnya, materi yang hanya mentok di short-term memory tidak akan bisa bertahan lama. Ibarat file komputer, materi tersebut hanya tersimpan dalam bentuk cache yang nantinya akan hilang dengan sendirinya.

Di negara ini, banyak guru, dosen, serta orang tua yang menyuruh anak-anak mereka belajar tanpa pernah mengajarkan tentang teknik serta cara belajar yang benar. Banyak siswa dan mahasiswa yang dipaksa untuk menggunakan ‘otak’ mereka tanpa pernah diajarkan tentang bagaimana otak bekerja. Ibarat dipaksa mengemudikan mobil tanpa pernah diajarkan bagaimana mesin mobil bekerja. Jika terjadi masalah mesin, mobilpun ditinggal menunggu ahli mesin datang memperbaiki. Masalah otak dan penggunaannya, belum ada profesi ‘ahli otak’, ‘mekanik otak’, atau ‘bengkel otak’ yang bisa memperbaiki otak seseorang jika terjadi masalah. Apa yang Anda lakukan saat putus asa dalam belajar? Mungkin meninggalkan pelajaran untuk sementara dengan dalih ‘refreshing’ dan tak kunjung kembali karena belajar adalah beban!

Deka, dalam waktu yang tidak lama lagi, akan mampu memaknai hal ini. Deka sangat beruntung karena ditakdirkan bertemu dengan kumpulan anak muda berkarakter pemberontak namun ahli dalam hal belajar. Poin ini mengajarkan kepada kita bahwa ‘don’t judge the book by its cover’ nyata benarnya dan benar nyatanya. Para mahasiswa pemberontak dalam cerita ini sesungguhnya berkarakter ‘mahasiswa abadi’. Mahasiswa yang belajarnya abadi. Mahasiswa yang akan terus belajar hingga jantung mereka tak lagi berdetak - bukan mahasiswa yang tak kunjung lulus kuliah. Andapun pembaca sekalian wajib menjadi mahasiswa abadi - meskipun tidak pernah menyandang status mahasiswa dalam hidup Anda. Menjadi orang yang paling giat belajarnya adalah hak setiap orang.

“Hari ini akan menjadi penentu masa depanmu dan masa depan teman-teman seangkatanmu. Sebentar lagi, kau akan berjuang melawan tirani penguasa. Perjuanganmu akan dikenang dan tercatat dalam sejarah kampus kita. Perjuanganmu akan menentukan apakah kau dan teman-temanmu pada akhirnya akan menjadi mahasiswa yang pernah diospek atau menjadi mahasiswa tanpa pengalaman.” Jelas kanda Farid, ketua panitia penerimaan mahasiswa baru dari Fakultas Bahasa dan Sastra, kepada Deka.

“Sekali lagi, kami berada pada pendirian bahwa belajar di pesantren itu bagus. Sayapun alumni pesantren, bersama kanda Sul. Dulu kami seangkatan di pesantren. Kami mengakui bahwa pendidikan pesantren menyumbang ilmu yang sangat bermanfaat bagi kami. Namun, pendidikan pesantren itu sangat tidak efektif kalau hanya seminggu. Jika benar-benar ingin belajar di pesantren, belajarlah secara utuh - jangan setengah-setengah. Mintalah pada orang yang akan membawa kalian kesana untuk memasukkan kalian ke pesantren saat libur panjang semester genap. Libur dua bulan itu jauh lebih efektif untuk mengubah karakter kalian.” Masih kata kanda Farid kepada Deka yang menggunakan persona ‘kalian’ untuk merujuk pada seluruh mahasiswa baru.

“Coba kamu pikir...” kanda Farid mengarahkan telunjuknya keudara, dua puluh sentimeter didepan dahi Deka.

“Jika benar ini didasari oleh alasan pendidikan karakter, pak Rektor tentu punya data-data seluruh mahasiswa dari seluruh fakultas. Ia tentu tahu dimana sebagian dari kami sebelumnya dididik. Saya kenal semua mahasiswa di Fakultas Bahasa dan Sastra dan tahu mahasiswa dari Fakultas Olahraga yang selalu hadir setiap ada tawuran. Banyak dari kami dan mereka yang alumni pesantren. Sebagian dari kami dan mereka dididik tiga tahun, sebagian lain dididik enam tahun. Kalian berharap bisa berkarakter hanya dalam seminggu? Omong kosong!”

“Ini hanya akal-akalan untuk mengamankan posisi mereka para petinggi kampus yang makin intens disoroti pihak kementerian. Akal-akalan untuk menutupi ketidak-becusan mereka mengurus kampus. Jurus politik!”

Lihat selengkapnya