Mahasiswa Abadi: OSPEK

Muhaimin
Chapter #7

Tsunami Demonstran

Seperti rapat-rapat serta kajian-kajian mahasiswa pada umumnya, konsolidasi mahasiswa yang tergabung dalam BEM Universitas kali ini berakhir sebelum subuh. Mereka menyempatkan diri untuk ibadah subuh bersama - sebagian lainnya yang berbeda keyakinan memilih untuk menenangkan diri dibagian lain dalam rumah kontrakan tersebut.

Deka adalah satu diantara total empat puluh tujuh mahasiswa yang ikut konsolidasi. Ia dibangunkan oleh kanda Farid untuk beribadah bersama. Subuh kali ini terasa agak berbeda dibandingkan subuh-subuh sebelumnya. Deka merasa ada semangat perjuangan yang meletup-letup dalam dadanya.

“Baiklah kawan-kawan, kakanda-kakanda, serta adinda-adindaku sekalian. Hari ini, kita telah melaksanakan ibadah subuh bersama-sama. Teman-teman yang beragama lain, terima kasih atas pengertian serta toleransinya. Perwakilan seluruh BEM Fakultas dan Jurusan serta perwakilan seluruh angkatan, saya haturkan banyak terima kasih karena hingga pagi ini kalian masih berada disini untuk mengawal jalannya aksi damai yang beberapa jam lagi akan bersama-sama kita lakukan.” Sambutan presiden BEM Universitas kepada semua yang terselimuti udara dingin subuh hari.

“Berdasarkan hasil kesepakatan, kita akan melakukan long-march dari fakultas masing-masing. Pagi ini, saya harap wakil dari masing-masing fakultas yang hadir di tempat ini agar stand-by dan mengerahkan massa dari fakultasnya masing-masing menuju gedung rektorat. Mohon agar semuanya bisa tiba selambat-lambatnya pukul sembilan. Seperti hari sebelumnya, hari ini kita akan kembali bersua didepan monumen perdamaian.”

“Saat ini, teman-teman serta rekan-rekan sekalian masih memiliki waktu untuk beristirahat. Tepat pukul tujuh pagi ini, kita semua harus meninggalkan tempat ini.”

Deka kemudian melanjutkan tidurnya. Karena kurang istirahat, ia terpaksa melakukan hal yang sangat dilarang keluarganya - tidur pagi.

“Halo. Pagi ini ngopi dulu?”

“Boleh. Dimana?”

“Di kedai kopi waduk. Biar tidak makan banyak waktu menuju kampus.”

“Oke. Pukul enam ketemu di TKP.”

“Siap!”

Setelah menutup panggilan telepon kepada prof. Kis, prof. Andi melihat notifikasi pesan masuk dari anaknya. Dibacanya pesan yang dikirim anaknya saat sang istri datang membawakan sepatu yang baru saja disemir.

“Begadang dia.”

“Siapa yang begadang, pa?”

“Deka.”

“Oooh... Mau minum teh dulu?”

“Tidak, terima kasih, ma. Saya janjian ngopi sama prof. Kis disekitaran kampus.”

“Iya, jaga Deka, pa. Kasihan dia baru jadi mahasiswa sudah seperti ini.”

“Sudahlah, berikan kesempatan untuk Deka mencari pengalamannya sendiri. Waktu masih kuliah dulu, saya selalu kurang suka kalau orang tua menganggap saya masih seperti anak SMA. Berikan kesempatan untuk Deka. Biarkan dia belajar tentang kehidupan. Oke, saya berangkat dulu.”

“Hati-hati.”

“Pak Mul mana? Mobil sudah dipanasi?”

“Dia sudah menunggu di mobil sejak tadi. Sudah dicuci juga sama dia.”

“Okelah. Saya pamit dulu, ma.”

“Oke teman-teman sekalian. Sebelum meninggalkan tempat ini, kita berdoa menurut keyakinan masing-masing untuk kelancaran aksi damai kita hari ini, berdoa mulai... Berdoa selesai.” kanda Sul memimpin doa bersama. Dilihatnya jam analog pada tangan kirinya. Jarum panjang menunjukkan angka sebelas - lima menit menjelang pukul tujuh.

“Kira-kira, bagaimana pak Rektor menyikapi demonstran hari ini, prof?” Tanya prof. Kis.

“Sebenarnya saya kurang sepakat jika agenda mahasiswa dialihkan ke pesantren. Tapi apa boleh buat. Ini keputusan petinggi kampus yang tidak bisa kita tentang. Solusi untuk masalah ini sudah saya siapkan. Tapi akan saya gunakan nanti jika saya terpilih sebagai rektor periode berikutnya.”

“Waah, masalah itu jangan dibicarakan dulu. Yang berbicara dengan Anda ini kandidat rektor juga, prof.” Timpal prof. Kis sambil mengangkat cangkir kopinya yang tersisa setengah.

“Kita harus profesional lah. Masalah persaingan, kita jalan sendiri-sendiri. Urusan ngopi, kita bisa bareng-bareng.” Prof. Andi turut mengangkat cangkir kopi dan menyeruput isinya.

“Oke kawan-kawan. Hari ini kita lakukan doa bersama sesuai keyakinan masing-masing sebelum melakukan long march. Doa dimulai... Doa selesai.” Kata kanda Farid kepada puluhan demonstran dari Fakultas Bahasa dan Sastra.

“Sekarang kita menuju gerbang utama dan bergabung dengan massa dari Fakultas Olahraga.”

Lihat selengkapnya