“Wia, insyaallah aku balik ke Jakarta tanggal tiga belas ya..”.
“Hahhhh...Serius??!! Tahun ini? jawab wanita dengan nama lengkap Zawiyyah itu.
“Iya dong” senyum tipis Lukman di ujung Handphone.
“Alhamdulillah, sampai ketemu di Jakarta ya..,
“Engga ah, jawab Lukman.
“Yaudah kalau engga mau ketemu, percuma saja ditungguin!. Sedikit kesal Wia tunjukkan pada Lukman lewat suaranya.
“Aku maunya kita ketemu di penghulu”! goda Lukman.
Manis..., itulah sekilas obrolan Lukman dengan Zawiyyah melalui panggilan suara whatsApp tepat dua hari sebelum keberangkatannya kembali ketanah air pada bulan Juli tahun dua ribu empat belas.
Bukan kursi kelas utama yang akan mengantarkan Lukman sampai ke Jakarta. Melainkan tiket economyclass dari maskapai Qatar Airways yang menjadi pilihannya.
Maklum saja, Lukman menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Lund University Swedia genap empat semester dengan bermodalkan beasiswa LPDP dari Pemerintah. Tapi tidak masalah juga sumber beasiswanya, karena yang paling penting lulusnya Lukman dengan predikat cumlaude pada usia dua puluh enam tahun.
Namun ketika hendak pulang, bukan oleh-oleh khas Eropa yang dibawa Lukman, apalagi jersey sepak bola dari pemain andalan tim Nasional Swedia Zlatan Ibrahimovic, karena itu semua jauh dari fokus fikirannya. Tetapi ijazah impor berkualitas international dan pengalaman belajar diluar negeri yang akan menghiasi orang orang terkasihnya, dikasihinya dan mengasihinya
Satu yang paling penting, Lukman berniat menikahi Zawiyyah selepas dia menuntaskan studi Magister di bidang kebijakan dan manajemen kesejahteraan. Kedua orang tua Zawiyyah dan Lukman juga sangat merestui hubungan mereka.
Mungkin selain keduanya merupakan pemuda pemudi yang tumbuh besar dalam ajaran agama, pendidikan mereka juga sangat mumpuni, dan masih memiliki hubungan kekerabatan.
Sehingga satu sama lain saling memberikan kenyamanan. Walaupun, statusnya saja punya hubungan dekat antara Lukman dan Zawiyyah. Tapi mereka tidak pernah jalan berdua, dan sangat jarang bertemu langsung.
Sampai-sampai pernah suatu ketika, Faroek teman satu kampus Lukman di Lund yang sama-sama berasal dari Indonesia menanyakan tentang hubungannya dengan wia untuk membayar rasa penasaran.
“Aneh aku rasa, apa enak pacaran tapi engga pernah jala berdua gitu bro”?
“Lahh...ente yang aneh, coba aku tanya emang enak pacaran sebelum nikah?”
“Tergantung” timpal Faroek dengan nyengir.
“Yang enak itu bro, pacaran setelah nikah”. Sambut Lukman.
“Luuaaarrrrrrr biasa” kata Faroek sambil menepuk kedua tangannya.
“Biasa diluar”!! jawab lepas Lukman dengan iringan tawa dari mereka berdua.