"SELINGKUH ITU HALAL"

Agus Harun Nurdany
Chapter #1

Yang Hilang Ditelan Hujan

Manusia itu sejenis hewan juga. Tapi ia diberi kelebihan, yaitu akal. Dengan akal itu ia mampu mengatasi penderitaan dan cobaan. Ia memilih satu diantara dua jalan. Jalan ridho atau jalan kemurkaan. Jalan yang satu membuatnya jadi malaikat, jalan yang lain mengubahnya lebih rendah dari binatang. Tuhan telah berjanji tidak akan menimpakan cobaan melebihi kemampuan seseorang.

Adapun pemuda patah hati ini, ia tengah kehilangan akal. Kepalanya bertumpu pada sebuah buku berwarna hitam. Dan untuk menjaga kewarasan, dicobanya lagi menulis di buku harian itu. Terakhir kali ia menorehkan pena di Stasiun Senen menjelang maghrib tadi. Di halaman yang masih kosong hanya tertulis:

"Maret 2003",

Ia lupa tanggal berapa hari yang tak dikehendakinya ini.

Sejenak diam, ia coba tulis lagi.

"Aku pulang...",

Hanya dua kata saja. Ia menutup kembali bukunya. Wajahnya muram dan tertekan. Ia lalu mengalihkan pandangan keluar jendela. Ada seekor kerbau di tengah sawah. Kereta tengah berhenti sejenak. Binatang tak berakal itu bahagia mengunyah rumput. Pemuda merasa kerbau di tengah sawah lebih bahagia dari dirinya. Ia ingin turun saja dari kereta, lalu ditelan bumi. Buat apa hidup jika selalu bersedih?, pikirnya.

Ia tenggelamkan wajah kedalam kedua lengannya yang lemas. Meja di samping jendela bergetar saat roda kereta bergulir kembali. Ia tak ingin melihat dunia luar lagi. Semua suram baginya. Masa kini, masa remajanya, dan masa depannya, semua tampak suram.

Terbayang masa remajanya di sekolah. Saat itu tahun 1991. Ia teringat Leila, gadis pujaannya. Gadis itu sangat cantik. Tiada keindahan yang menyamai wajah Leila. Teman-teman sekolahnya semua mengatakan ia cantik. Tapi pemuda ini melihat gadis itu dengan cara yang (entah mengapa) berbeda dari yang lainnya.

Menurutnya, Leila bening seperti embun...

Bila matahari pagi bersinar, dari matanya yang cemerlang akan nampaklah anak-anak yang akan terlahir darinya.

Bila matahari telah meninggi, kulit Leila yang putih seperti kertas senantiasa ia tulisi puisi-puisi.

Dan bila hari hujan, dari rambutnya yang wangi bersinarlah pelangi.

Orang-orang mungkin berpikir gambaran itu terlalu berlebihan. Mereka hanya bisa mengatakan Leila itu mirip Vivi Samudro, model majalah remaja dan pemain film "Ketika senyummu hadir" yang pernah diputar di layar lebar. Tapi deskripsi itu terlalu murahan. Mengatakan Leila bak artis Vivi. Sebab Leila adalah Leila. Kecantikannya telah membuat hati pemuda ini tertawan. Leila lebih cantik daripada artis manapun yang ada di kolong langit.

Sayangnya, tak seperti judul film itu, Leila tak pernah menghadirkan senyum untuk pemuda ini. Karena ia tak mengenal pemuda tersebut walaupun mereka satu sekolah. Pemuda yang memujanya tersebut terlalu pemalu untuk menyapanya. Dan ia tak mudah berteman dengan banyak orang di sekolah, apalagi mengambil teman secantik bidadari surga.

Ia sangat ingin melihat Leila dari dekat, namun tak pernah bisa. Jadi teman sekelas pun tak pernah.

Lalu ia membuat suatu cara agar dapat memenuhi keinginannya tersebut. Leila kadang-kadang naik lin E, demikian warga kota menyebut nama kendaraan umum itu. Naiklah Leila di lin itu bila tidak sedang diantar kakaknya pakai motor. Pemuda ini sengaja memilih jalan yang memutar dari tempat tinggalnya menuju ke sekolah hanya untuk dapat naik lin bersama Leila.

Di jalan Embong Malang ia tunggu lin E yang lewat, melihat dari kaca depan, ada atau tidak gadis berseragam putih abu-abu di dalamnya. Dan dari beberapa kali percobaan, akhirnya ia dapat suatu momen tak terlupakan itu. Leila ada di dalam lin. Sendiri. Tak ada penumpang lain.

Sebelum ini, Ia hanya memandang Leila dari kejauhan. Ia seringkali duduk di perpustakaan bersama buku-buku yang hening. Dan dari jendela,matanya senantiasa tertuju pada Leila. Jendela perpus itu adalah bingkainya. Dan Leila terlukis di kaca dalam bingkai itu. Lukisan itu demikian indah dengan Leila dan latar belakang ruang-ruang kelas.

Lihat selengkapnya