"SELINGKUH ITU HALAL"

Agus Harun Nurdany
Chapter #7

Menjadi guru

Oemar Bakrie Oemar Bakrie

Pegawai negeri

Oemar bakrie Oemar bakrie

Empat puluh tahun mengabdi

Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Oemar bakrie Oemar Bakrie

Banyak ciptakan menteri

Oemar bakrie

Profesor dokter insyinyur pun jadi

Tapi mengapa gaji guru Oemar bakrie

Seperti dikebiri

Hamas menyadari gajinya sebagai guru seperti lagu Iwan Fals itu sangat kecil untuk bisa dibanggakan. Namun ia menemukan teman-teman yang sama sekali baru di tempatnya mengajar, sebuah tempat kursus Bahasa Inggris di Surabaya. Teman-teman dari kalangan guru dan murid-muridnya sendiri menyukainya. Bahkan murid-murid kelas lain pun pun suka padanya karena selalu menyapa dengan ramah. Ia merasa sedikit terhibur walaupun uangnya tak banyak yang bisa ia pakai untuk membantu orang tua. Bahkan gajinya itu hampir habis hanya dipakai untuk naik lin sehari-hari dari pinggiran kota tempat tinggalnya bersama Ayah, Ibu, dan adik-adiknya. Ia harus tiga kali naik lin karena tempat mengajar yang jauh dari rumah. Sesekali ia naik dua kali saja demi menghemat pengeluaran. Untuk itu ia harus berjalan kaki sepanjang satu setengah kilometer menyusuri jalan sepanjang Kali Kayoon.

Ia telah mengetahui dalam satu buku yang pernah ia baca, apabila mendzikirkan salah satu nama diantara nama-nama indah Allah, yakni Asmaul Husna maka akan mendapatkan fadilah atau keutamaannya. Salah satu Asmaul Husna itu adalah Al-Hamid, Yang Maha Terpuji. Maka sering dibacanya nama itu, sehingga mahluk hidup atau benda mati baik itu di langit maupun di bumi akan mencintainya, menyayanginya.

Perasaan cinta memang menguatkan. Di kanan kiri jalan banyak bunga-bunga dan tanaman menyorakinya memberi semangat Pak Guru mengajar hari ini. Bunga-bunga, bahkan tanaman biasa, pohon-pohon dan bebatuan tersenyum pada hati yang jatuh cinta.

Walaupun kecil gajinya, Hamas selalu menyisihkan uangnya untuk bersedekah. Bila melewati suatu jalan dan ia temukan seorang pengemis atau anak jalanan, ia akan beri mereka seperak dua perak. Kebiasaan ini karena Ayahnya dulu pernah bercerita tentang orang yang sedekah dengan uang seribu rupiah yang mengungguli seratus juta rupiah. Begini cerita Ayahnya:

Suatu hari yang panas, di sebuah persimpangan jalan, lewatlah seorang yang kaya dari sebuah kota. Dengan mobil mewahnya ia membagi-bagikan uang sebesar seratus juta rupiah kepada semua orang yang dilewatinya di jalanan. Sejak ia keluar dari rumahnya yang sangat mewah di wilayah elit, ia membagi-bagikan uang itu. Mulai dari satpam-satpam yang menjaga rumah mewahnya siang dan malam, lalu kepada pembantu-pembantunya sebanyak belasan orang, tukang cuci mobil-mobil mewahnya yang berjumlah belasan pula, maklum ia selain pengusaha yang mempunyai puluhan pabrik, ia juga pejabat tinggi di pemerintahan. Uang itu kemudian dibagi-bagikan ke panti asuhan yang ia lewati ke kantornya di sebuah gedung miliknya juga. Tak lupa ia bersedekah buat pengemis, anak-anak jalanan, para pengamen dan pak ogah, serta orang-orang malang lainnya di pinggir jalan. Alhasil uang yang telah ia keluarkan untuk sedekah itu sebanyak seratus juta dalam satu hari itu saja.

Lalu di sisi lain, seorang pemulung yang telah mendapatkan uang sebesar dua puluh ribu hasil memulung seharian dari pagi hingga petang, lalu ia menyedekahkan uangnya sebesar sepuluh ribu kepada pengemis dan anak-anak jalanan pula.

Kemudian Ayah Hamas bertanya,.

"Siapakah yang lebih besar sedekahnya? Pengusaha atau pemulung itu?

"Tentu Pengusaha Ayah. Dia menyedekahkan seratus juta, sedangkan pemulung itu hanya sepuluh ribu" jawab Hamas.

"Tidak, anakku.." Lanjut ayahnya, "Sedekah pemulung itu lebih besar daripada pengusaha"

"Pengusaha itu sangat kaya, uang seratus juta tak ada artinya buatnya, karena sisa hartanya masih sangat berlimpah. sedangkan pemulung itu dia tak punya apa-apa. Uang dua puluh ribu itu mungkin seluruh hartanya yang dia punya. Jadi ketika ia menyedekahkan sepuluh ribu, ia telah menyedekahkan setengah dari hartanya. sedekah sepuluh ribu telah mengalahkan sedekah seratus juta. Hal ini pernah pula diceritakan Nabi Muhammad SAW, sabda beliau "Seseorang yang memiliki dua dirham lalu ia mengambil salah satunya dan menyedekahkannya, satu dirham itu telah mengungguli seratus ribu dirham. Seseorang yang lain memiliki harta berlimpah, lalu ia mengambil seratus ribu dirham dari kekayaannya itu dan menyedekahkannya". Jadi jangan remehkan sedekah yang kelihatannya kecil.

Kembali kepada Hamas. Siang itu di Terminal Jembatan Merah ia melihat seorang pengemis tua yang tengah duduk ditepi jalan di dekat terminal. suasana yang panas dan jalanan yang penuh debu tak membuatnya tak bergeming dari tempat duduknya. Ia juga tidak menadahkan tangan sebagaimana layaknya orang yang minta-minta. Namun dari dekat, Hamas bisa mendengar pengemis tua itu menyebut nama Tuhan..

"Allah..Allah..Allah.." demikian ia ucapkan berulang-ulang. Hamas memiliki sisa uang dua puluh ribu di kantongnya. dan ini uang penghabisan. Segera ia teringat cerita ayahnya, lalu ia bergegas ke warung tenda yang ada di terminal, membeli sebungkus nasi dan lauk-pauk, menghabiskan uang sepuluh ribu untuk membeli makan dan sekantong plastik teh panas. Lalu ia berikan kepada pengemis itu. Ia bersyukur bisa menyedekahkan uangnya walau tak banyak. Padahal ia sendiri lapar belum makan siang. Ia lakukan itu semata-mata karena tertarik atas perbuatan pengemis itu yang memanggil-manggil nama Allah.

Seringkali pula Hamas memberikan makanan yang ia punya kepada binatang-binatang yang ia temui di jalan. Kucing yang meminta tulang ikan ia beri pula daging ikan sepotong. Bahkan semut-semut tak luput dari sedekahnya. Teh manis yang ia minum dari plastik beberapa tetes ia berikan untuk semut-semut yang tengah berkumpul mencari makanan di halte bus. Dan semut-semut itu pun dengan riang mengerubuti tetesan teh manis yang Hamas berikan.

Hamas tahu Allah ridho kepada semua amal walaupun sepertinya kecil, namun sangat besar di mata Tuhan. Ia suka menyingkirkan duri dan paku dari jalanan. Ia pernah ingat pesan ibunya, agar menolong semut yang terpeleset dan jatuh ke air, mengangkatnya, menolongnya. Barangkali itu menjadi penyebab pertolongan untuknya di akhirat. Jika menjumpai duri atau batu di jalanan, maka singkirkan, barangkali itu menjadi penyebab dimudahkannya jalan menuju syurga. Jika melihat orangtua membutuhkan untuk menyeberang jalan, maka seberangkanlah, barangkali itu menjadi penyebab dilapangkannya rezekimu di dunia. Jangan remehkan kebaikan sekecil apapun meslipun hanya kamu bertemu dengan orang dan memberinya senyuman.

Usai turun dari lin yang membawanya ke tempat mengajar, ia masih harus berjalan sepanjang satu setengah kilometer sebagaimana biasa. Bunga-bunga di Jalan Kayun menyambutnya penuh keceriaan. Ranting-ranting melambaikan dedaunan hijau kepadanya. Angin membelai lembut dirinya, dan awan pun menaungi kepalanya dari terik mentari. Orang-orang tersenyum padanya kendati tak mengenalnya. tapi memang Hamas selalu lewat jalan ini hingga orang-orang hafal anak muda yang berpakaian rapi dan wangi ini selalu tampak penuh cinta.

Seekor burung gereja yang banyak terdapat di kota ini mencicit kepadanya. Memberi kabar baik bahwa ia melihat Leila di sebuah kampus tak jauh dari tempatnya berjalan. Hamas tidak berilusi. Tapi siang itu memang agak berbeda.

Lihat selengkapnya