"SELINGKUH ITU HALAL"

Agus Harun Nurdany
Chapter #6

1998

Soeharto berkuasa dari tahun 1967, hingga tahun ini kepemimpinannya membuahkan hasil yang luar biasa dalam pembangunan. Hamas teringat waktu masih es-em-pe dulu jika teman-temannya masih suka bermain-main atau menonton film di TV, Hamas lebih suka menyaksikan berita-berita tentang Presiden ke-2 Indonesia itu. Ia bahkan mengikuti berita Laporan pertanggungjawaban Presiden di gedung MPR , atau ketika Garis-garis Besar Haluan Negara dipaparkan oleh Presiden Soeharto melalui TVRI.

Hamas tengah duduk di ruang rekreasi taruna sekarang. Ruang itu adalah ruang seluas 6 kali 10 meter yang didepannya ada televisi. Para taruna seringkali datang kesana untuk menyaksikan kejadian-kejadian diluar sana melalui Televisi. Mereka sering rindu suasana diluar kampus karena hanya diperbolehkan keluar weekend hanya hari sabtu dan ahad saja. Hamas suka dengan siaran-siaran berita karena ia memang suka hal-hal yang serius. Ia suka sejarah. Dan saat ini ia perhatikan banyak pemain-pemain politik yang sedang menuliskan sejarahnya masing-masing. Pak Harto yang ia kagumi sebagai presiden, Ia juga mengagumi pak Habibie sebagai seorang teknokrat jenius yang mampu mendeteksi keretakan sebesar atom pada pesawat udara.

Dalam berita TVRI banyak tokoh-tokoh militer yang berseliweran di berita yang disampaikan reporter TV tersebut. Diantaranya adalah Jenderal Prabowo Subianto.

Hamas tengah menyaksikan di televisi keadaan negeri tidak sedang baik-baik. Rupiah tertekan luar biasa terhadap Dollar. Krisis moneter berkepanjangan membuat banyak maskapai kesulitan beroperasi. Hamas membayangkan bagaimana bila setelah wisuda nanti tidak ada lowongan pekerjaan di maskapai yang ada di dalam negeri. Ia khawatir sulit mendapatkan pekerjaan sebagai pilot komersial bergaji tinggi. Ia teringat akan janji dirinya untuk memberi banyak uang kepada orangtuanya yang tak bisa ia tepati saat ini.

Ia juga ingat Leila. Dimanakah Leila saat ini? Akankah ia akan menyukainya dengan keadaan seperti ini? Akankah Leila mau mengenalnya seperti apa adanya? Lulus sekolah pilot tapi belum bekerja. Belumkah saatnya ia mencari Leila? Hamas gelisah dengan masa depannya. Nampaknya tahun-tahun mendatang masih saja suram.

____

Saat wisuda pun tiba. Ayah dan ibu serta adik dan paman Hamas yang tinggal di Komseko ikut hadir. Hatinya senang bercampur bimbang, tapi ia bersyukur kepada Tuhan telah sampai di titik ini. Walaupun masih cemas akan profesinya di masa depan, Hamas dengan suka cita bersama teman-temannya, melepas topi dan melemparnya ke udara pertanda pendidikan penerbang telah usai dan mereka siap diterima bekerja di maskapai sebagai pilot pesawat komersial.

Ia belum juga sadar atas apa yang ia pikirkan. Ia tak mengambil pelajaran berharga dari kehidupan. Masa remajanya tak ia nikmati sebagaimana mestinya. Kini setelah wisuda dari kampus para penerbang ini ia masih saja mencemaskan sesuatu yang tak perlu dicemaskan. Sesungguhnya seorang anak manusia itu tak akan bisa mendahului waktunya sampai ajal, dan akan seterusnya demikian. Begitu juga rezeki tak akan bisa ia tundukkan. Seorang anak manusia tak akan dikaruniai sesuatu yang bukan untuknya. Begitu pula ia tak akan mampu menolak apa yang sudah menjadi rezekinya. Jadi mengapa manusia bersusah payah sampai sedemikian rupa, dan untuk apa mereka "membunuh" dirinya?. Yang benar adalah usahakan saja dan tawakkal akan hasilnya. Nikmati detik ini, jangan terlalu mencemaskan masa depan. Tuhan sudah berkali-kali memperingatkannya lewat tanda-tanda-Nya namun Hamas tak dapat menangkapnya.

Pada waktu remaja dulu, ia giat belajar dan selalu membuat rencana-rencana. Tentu saja tidak ada yang salah dengan memiliki rencana dan tujuan untuk masa depan. Namun, ia seharusnya melepaskan kekhawatiran yang tak perlu. Sebagaimana nasihat orang bijak,

"Tersenyumlah...

Karena tidak ada yang dirugikan

Tuhanmu akan selalu ada,

Rezkimu sudah tertulis,

dan usiamu sudah ditentukan.

Jadilah yang terindah dengan senyuman

agar engkau selalu sadar begitu banyaknya keindahan disekitarmu...

____

Siang di bulan Mei 1998 itu cukup terik. Langit Jakarta biru dengan sekawanan awan cumulus berkumpul di atas gedung-gedung pencakar langit. Sudah beberapa hari ini terjadi ketegangan oleh karena adanya demo-demo mahasiswa yang mendesak agar Pak Harto segera turun dari jabatannya.

Usai wisuda, Hamas dan Anshari tak membuang waktu untuk segera menyebarkan surat lamaran kerja ke beberapa perusahaan penerbangan komersil maupun charter di Indonesia. Mereka tak mau terpengaruh oleh politik yang akhir-akhir ini menyebabkan keresahan terutama para pencari kerja susah mendapatkan pekerjaan. Dimana-mana ada PHK. Banyak perusahaan bertumbangan karena nilai mata uang rupiah yang terpukul oleh mata uang dollar.

Hamas dan sahabatnya itu tengah menuju ke kantor Lembaga Penerbangan dan antariksa atau LAPAN di daerah Pulo Gadung.

Mereka menyerahkan surat lamaran kerja yang dijawab oleh pegawai HRD lembaga itu,

"Mohon maaf adik-adik, tapi disini kita tidak punya pesawat, adanya roket"

Lalu mereka juga mendatangi beberapa perusahaan lain di daerah Kalibata, dan dijawab:

"Ada. Disini ada pesawat kok, tapi pesawat telpon"

Alangkah sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Dan beberapa saat lagi keadaan akan bertambah parah dengan situasi politik yang kian kacau. Hamas dan Anshari melihat dari TV di warung tegal tempat mereka sedang menyantap makan siang di sekitaran Cawang. Kemarin telah diberitakan empat orang mahasiswa mati oleh tembakan. Dan dua hari ini demo yang lebih besar sedang berlangsung tak jauh dari tempat mereka beristirahat sejenak setelah berkeliling melamar pekerjaan.

"Mas, sebaiknya kita segera pulang agar tidak terkena efek demo. Nampaknya mulai rusuh dimana-mana"

Lihat selengkapnya