“Jangan terlalu kaku, lah. Gue tau, kok, kalo lo ada rasa sama Ratu. Gue bilang hal ini karena gue mau lo tau lebih awal. Daripada cara pandang lo berubah di akhir, mending sekarang, ‘ kan?”
***
HARI ini, Raja punya misi penting bagi kesejahteraan perutnya. Dalam misi ini, musuh utama Raja adalah asisten rumah tangganya sendiri, yaitu Budhe Ratih. Musuh kedua adalah waktu. Bila Raja lambat dalam melakukannya, Budhe Ratih akan muncul dan menghancurkan misi berharga Raja.
Setelah menarik-membuang napas berkali-kali, Raja dengan sigap turun tangga menuju dapur. Menurut Raja, misi ini memiliki level kesulitan medium, karena dapur rumah berdekatan dengan garasi. Jadi, setelah misi ini selesai, Raja dapat secepatnya pergi dengan mobil SUV hitamnya.
“Dapur clear. Roger, psst, ganti,” bisik Raja begitu melihat dapur kosong. Pasti, Budhe Ratih masih terlelap di paviliun setelah begadang menonton FTV kesukaannya.
Raja mulai menginvasi dapur. Seluruh amunisi kulkas ia keluarkan berikut dengan peralatan perang seperti wajan, tempat makan, spatula, dan celemek bertuliskan I love Mommy.
Menu dari misi kali ini tidak sesulit yang biasanya. Raja memilih yang mudah karena selain misi ini, masih ada misi selanjutnya yaitu menuju ke tempat perang di mana Raja menimba ilmu. Kedua misi ini sebenarnya berkaitan. Pada saat istirahat di tempat perang, Raja akan memakan hasil dari misi pertama.
“Raja! Kamu ngabisin isi kulkas lagi, ya?!” suara menggelegar itu datang saat Raja sedang asyik menggoreng ayam.
Yang berarti, musuh utama datang.
Raja mempercepat kerja tangannya. Dia memasukkan seluruh bahan makanan ke tempat makan sehingga sulit untuk ditutup. Panik, Raja malah berjalan mondar-mandir bukannya menyelesaikan misinya.
“Raja! Udah berapa kali Budhe bilang kalo—”
“Raja pamit, Budhe!” memutuskan pergi tanpa menyelesaikan misi mungkin adalah hal terbodoh yang pernah Raja lakukan di semester kelima kehidupan SMA-nya. Namun percayalah, Raja tidak ingin mendapat semprotan dari Bunda karena lagi-lagi menghabiskan persediaan kulkas.
Di perjalanan menuju rumah Resta dan Edo, teman karibnya, Raja mengelus perutnya yang meraung kelaparan. “Kalo Budhe Ratih nggak dateng, setidaknya gue makan ayam goreng…,” nelangsa, Raja melihat keluar jendela mobil yang kacanya ia turunkan.
Langit-langit masih gelap dengan awan ungu menggantung. Udara sejuk bebas polusi di Jakarta hanya bisa Raja rasakan di pagi hari seperti ini. Meskipun misinya membawa bekal makanan ke tempat perang tidak berhasil, setidaknya Raja bisa melihat keindahan ibukota yang jarang diperhatikan oleh orang lain.
Raja menampakkan cengirannya, “Good morning, Universe!”
***
RATU mencoret tanggal lima belas pada bulan Juli di kalender yang terpasang di sisi kiri dinding dapur. Lalu langkah santainya membawa Ratu ke meja makan. Meja makan yang kini hanya akan digunakan oleh dirinya dan Reon.
Begitu Ratu duduk manis di tempat kesukaannya, terdengar suara berdebum pelan dari arah tangga, disusul suara ringisan. Sekuat tenaga, Ratu menahan tawanya. “Bang Reon jatuh lagi?” tanyanya.
Tak lama kemudian, Reon muncul dengan tangan mengusap bokongnya. Ratu tergelak.
“Lagi-lagi, lo iseng naro kulit pisang di tangga,” gerutu Reon, “Udah kelima kalinya gue kena jebakan receh lo. Jadi, yang bego siapa?”
Ratu menunjuk Reon dengan garpu di tangan kanannya, “Lo, Abang gue yang terkasih, merupakan monyet begonya.”
“Seenggaknya, gue bukan adik dari seekor monyet bego,” kata Reon, menekankan kata adik.
Reon adalah satu-satunya kakak yang Ratu miliki. Jarak umur mereka terlampau jauh, tetapi untuk hal konyol seperti tadi, mereka kompak dan seirama. Reon sering menyebut dirinya sebagai kembar fraternal1 Ratu, hanya saja lahir di tahun yang berbeda.
“Ah!” celetuk Reon mendadak ketika ia duduk di hadapan Ratu. Senyuman pemuda berumur dua puluh lima itu mengembang, “Hari ini… hari pertama lo SMA kan?”
“Tepatnya,” kadang Ratu jengkel dengan sifat pelupa Reon, “Hari pertama seorang Ratu Amara Erinska menginjakkan kaki di kelas dua! Bukan hari pertama masuk SMA, Bang. Itu sih, setahun yang lalu.”
Reon bertepuk tangan heboh. “Akhirnya adik gue tumbuh dan berkembang! Saat umur gue sembilan, lo cuma bayi kecil prematur yang menggemaskan. Lihat sekarang! Lo nyaris setinggi bahu gue dan nggak lagi menggemaskan. Garis bawahi bagian nggak lagi menggemaskannya, ya.”
Mendengar setengah pujian dan setengah hinaan itu, Ratu lagi-lagi tergelak. Sampai-sampai, ia nyaris tersedak sup ayam buatan Reon.
“Udah jam setengah tujuh,” kata Reon tiba-tiba, tepat setelah tawa Ratu mereda.
Ratu tersenyum, “Asyik, seorang Ratu terlambat datang ke sekolah dan Reon terlambat ke kantor.”
1 Kembar tidak identik.
Reon menyeringai, matanya memancarkan kesenangan yang nyata, “Jangan lupa bawa kantung plastik, mungkin diperlukan.”
“Masa?” tanya Ratu seraya tersenyum miring.
Reon lagi-lagi tertawa, lalu mereka menghabiskan sarapan pagi ini dengan khidmat, seolah waktu tidak mampu membuat mereka terburu-buru. Jangan salahkan mereka, salahkan sup ayam Reon yang terkenal melebihi enaknya makanan di restoran bintang lima.
***
SEBELUM Raja menjalankan misi kedua, dia harus mengetahui teman setimnya. Teman satu tim merupakan komposisi yang penting bagi Raja untuk menjalankan misi ini. Karena bila Raja tidak cocok dengan teman-temannya, habis sudah misi ini seperti misi sebelumnya.
Maka dari itu, sesampainya Raja, Resta, dan Edo di pelataran parkir SMA Adhi Wijaya, mereka bergegas ke mading sekolah tempat sang komando perang memberikan daftar teman satu misinya.
“Gue di XII-IPA-2!” seru Resta, laki-laki dengan kacamata tebal itu menatap bahagia ke arah Edo. “Do, kita sekelas!”