Aku tidak paham dan memilih tidak mau paham. Setelah Kim Ri-An memberikan jawaban tidak jelas itu, aku memilih diam. Suasana pun berubah menjadi kaku di antara kami, Kim Ri-An memilih melanjutkan kegiatannya memilih pakaian untuk tanteku sementara aku setia mengikutinya.
Kim Ri-An menyelesaikan kegiatan belanjannya setelah kedua tangannya penuh oleh pakaian-pakaian mewah berbahan halus dan di desain oleh para perancang ternama. Kim Ri-An ke kasir untuk melakukan pembayaran, aku menunggu di luar toko. Menyandarkan tubuhku pada dinding kaca toko. Ramai orang dari berbagai kalangan berlalu-lalang dihadapanku.
Kim Ri-An memanggilku. Aku menghela napas melihat Kim Ri-An menghampiriku sembari menenteng dua buah paperbag besar. Kim Ri-An menyatukan dua buah paperbag itu di tangan kirinya sementara tangan kanannya Kim Ri-An gunakan untuk menggenggam tanganku.
“Mallnya lagi ramai nanti kamu hilang.” itu alasan Kim Ri-An agar aku tidak menarik tanganku dari genggamannya.
“Aku bukan anak kecil, Kim Ri-An.” kataku seraya menatap sengit Kim Ri-An. Tapi, aku tidak melakukan usaha apapun untuk membebaskan tanganku dari genggaman Kim Ri-An.
“Yang bilang kamu anak kecil siapa, Na? Kamu itu sudah besar makanya lebih beresiko buat tersesat, aku harus genggam tangan kamu kuat-kuat.” kata Kim Ri-An.
Aku menyerah berdebat dengan Kim Ri-An. Aku memilih tidak bersuara mengikuti Kim Ri-An. Kim Ri-An membawaku ke toko buah dan es krim. Katanya buah itu untuk aku konsumsi pada pagi hari saat perut kosong sementara es krim sebagai pencuci mulut habis makan. Aku menerima saja kantongan berisi buah dan es krim tersebut. Menggenggamnya menggunakan tanganku yang bebas dari genggaman tangan Kim Ri-An.