R2 : AKU • DIA

PinkGreen_0718
Chapter #19

Episode 17 - Porseni Kabupaten

Waktu terus berlalu. Hari-hari persiapan telah usai. Hari ini adalah hari pertama Porseni Tingkat Kabupaten. Sejak tadi lapangan umum milik pemerintah kabupaten sudah padat di penuhi oleh para peserta upacara pembukaan Pekan Olahraga dan Seni. Semua murid yang bertugas dalam upacara ini juga sudah siap di posisi masing-masing.

Feyna melakukan perannya dengan sangat baik sebagai pembawa acara hari ini bekerjasama dengan Reisita. Paskibraka juga tidak melakukan kesalahan sama sekali. Sesi sumpah atlet juga berjalan lancar. 

Hari ini, ada pertandingan babak penyisihan volleyball putra di empat lapangan berbeda (dua di sekolah, dua di lapangan PEMKAB), babak penyisihan futsal di dua lapangan berbeda (satu di sekolah dan satu di lapangan PEMKAB), pertandingan taekwondo di lapangan indoor sekolah, babak penyisihan sepak takraw di enam lapangan (enam lapangan indoor di sekolah), babak penyisihan panahan di lapangan PEMKAB dan babak penyisihan pertandingan tennis meja di empat lapangan sekolah, dua di lapangan indoor sekolah. Aku pun bergabung mendukung tim sekolahku setelah berganti pakaian. Tim futsal sekolahku perdana bertanding di lapangan PEMKAB. 

Aku menghampiri Nayra yang duduk di tribun penonton. Barisan paling belakang. Duduk di sisi kiri Nayra. Aku merangkul Nayra. Menyapanya dengan riang. Namun, Nayra hanya menoleh sekilas membalas sapaan aku lalu kembali menunduk menatap layar ponselnya, sedang membaca novel dia. Gila saja, dia bisa membaca novel di tempat yang suasananya seriuh ini.

Teman satu sekolahku pada berteriak menyemangati teman-teman kami yang tengah bertanding. Ketika tim kami mencetak poin, teriakan kesenangan yang akan keluar, sementara saat tim lawan mencetak poin, mereka serentak meneriakkan kalimat-kalimat motivasi. 

“Tim futsal kita keren banget ya, Na.” komentar Kim Ri-An. Aku mendongak untuk melihatnya. Dia mengambil tempat di sisi kiri ku.

“Hai, Nayra.” lanjut Kim Ri-An menyapa Nayra.

“Hai juga, Ri-An.” sapa balik Nayra. 

Rasa tidak nyaman seketika timbul dalam diriku. Nayra terasa lebih antusias membalas sapaan dari Kim Ri-An di bandingkan membalas sapaanku tadi. Sejujurnya, aku merasa memang ada yang beda dengan sikap Nayra padaku akhir-akhir ini.

“Kenapa tidak bergabung dengan tim, Ri-An?” tanya Nayra.

See? Memang ada sesuatu. Padaku tadi, Nayra cuma sekedar membalas sapaan ku. Kali ini pada Kim Ri-An, Nayra mengeluarkan suara buat memulai percakapan. Bahkan Nayra memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Antusias, mata berbinar-binar dan fokus. Tanpa sadar, aku mengasingkan diri dan hanya mendengarkan percakapan Nayra dan Kim Ri-An. Tidak, aku bahkan tidak paham pada apa yang tengah keduanya bicarakan. Hanya dua hal aku tahu kalau mereka berada di klub yang sama yaitu klub taekwondo dan otomatis sudah kenal lama. 

Mereka benar-benar asik berbagi cerita. Aku pun lebih memusatkan perhatian ku pada tim futsal sekolah aku dari pada mengikuti percakapan mereka. Aku tersentak kaget saat asyik-asyiknya menikmati pertandingan futsal di lapangan bawah sana, sebuah tangan mengusap rambutku. Aku menoleh, Kim Ri-An masih mengobrol dengan Nayra tentang taekwondo tapi ia memberikan sebuah kedipan mata untukku. Aku menggelengkan kepalaku menepis tangan Kim Ri-An dari rambutku. 

Begitu terus berulang kali hingga teriakan saling bersahut-sahutan terdengar. Aku tersenyum melihat tingkah teman satu sekolahku. Mereka melakukan perayaan di tengah lapangan. Ini kemenangan pertama tim futsal sekolah aku dan pihak sekolahku memang mengharapkan tim futsal menjadi salah satu tim yang membawa pulang medali emas. Semoga harapan pihak sekolahku menjadi kenyataan.

Aku menoleh menatap Kim Ri-An. Kim Ri-An tersenyum, antusias bertepuk tangan melihat kemenangan sekolah kami. Aku tahu, Kim Ri-An dalam hati pasti menginginkan juga menjadi bagian dari tim yang tengah merayakan kemenangan perdananya ini. Aku heran kenapa Kim Ri-An tidak bergabung? Tadi Nayra bertanya tentang ini pada Kim Ri-An, ya? Jadi, tidak lucu kalau aku menanyakan tentang ini sekarang. Namun aku penasaran. Kim Ri-An tadi jawabnya cuma pakai senyuman, jelas punya banyak makna tuh senyumannya.

“Aku duluan, ya, Ri-An, Reina.” pamit Nayra padaku dan Kim Ri-An. Sepertinya, tanpa sadar, aku mengabaikan Nayra karena perasaan tidak nyamanku. Rasa bersalah pun mulai menyelimuti diriku.

“Semangat, Nay.” ujar Kim Ri-An. Ucapan semangat untuk apa itu? Rasa bersalahku menjadi lebih besar mendengarnya, aku benar-benar tidak tahu apa-apa tentang Nayra yang terbaru. Padahal, aku selalu bilang kami bersahabat.

“Semangat, Nay.” aku memilih ikut mengucapkan penyemangat. 

“Kamu menyemangati aku buat apa, Reina?” tanya Nayra.

Kenapa kamu harus bertanya sih, Nay? Aku gugup dan suasana disekitar aku, begitu terasa tegang dan dinginnya. Aku butuh kekuatan seorang travel time, supaya bisa kembali ke masa lalu dan mencegah hadirnya jarak di antara aku dan Nayra.

“See, kamu enggak tahu, jadi, lebih baik jangan mengatakan apapun, Reina.” ujar Nayra kemudian pergi. Sebelumnya menyempatkan diri memberikan senyuman untuk Kim Ri-An yang aku tahu pasti heran melihat situasi interaksi antara aku dan Nayra. 

Lihat selengkapnya