Aku baru saja selesai masak buat sarapan aku sama Kim Ri-An. Aku menyajikan menu nasi goreng, dua telur goreng dan sepiring sosis goreng ke atas meja makan. Setelah itu, aku ke kamar ngambil ponsel buat mengirimkan pesan kepada Kim Ri-An kalau makanan sudah siap. Aku meletakkan ponselku di atas meja makan kemudian aku mengambil alat-alat makan dan dua gelas air minum.
Aku tersenyum saat mendengar bel apartemen berbunyi. Itu pasti Kim Ri-An. Aku pun bergegas membukakan pintu untuk Kim Ri-An. Kami saling menyapa satu sama lain. Kim Ri-An menyodorkan sebuah paperbag kepadaku. Aku menunduk untuk mengintip isinya. Dapat ku lihat itu adalah sekotak roti dari toko terkenal.
“Buat apa ini roti, Ri-An?” tanyaku seraya mengikuti langkah Kim Ri-An ke dapur.
“Hanya membelikan kamu cemilan.” jawab Kim Ri-An santai. Menarik satu kursi untuk ia duduki.
Aku ikut menarik kursi untukku. Berhadapan dengan Kim Ri-An. Aku menaruh paperbag pemberian Kim Ri-An di atas kursi sampingku. “Pertama, terimakasih buat cemilannya. Kedua, jangan kek gini lagi, aku belum bangkrut kok kalau itu cuma buat beli cemilan.” kataku.
“Aku melakukannya sebagai kewajiban pacar, jadi, aku akan melakukannya lagi.” ujar Kim Ri-An.
“Ri-An, nanti uang kamu habis.” kataku mengutarakan kekhawatiran aku.
“Saat itu terjadi, masa kontrak kamu sebagai pacar sewaan aku berakhir, saat aku mengatakan ini, bukankah seharusnya kamu termotivasi buat menguras uang aku?” tanya Kim Ri-An.
“Tanpa membuat kamu bangkrut, kontrak pacar sewaan kita bakalan berakhir juga setelah ujian tengah semester.” kataku.
“Aku bisa saja kehabisan uang kapanpun itu...”
“Saat itu terjadi, kamu bisa meminta bantuan kepadaku.” aku menyela ucapan Kim Ri-An.
“Oke, sekarang sarapan yuk? Hari ini kamu bertugas 'kan?” tanya Kim Ri-An.
“Iya, buat pertandingan volleyball putri di lapangan empat.” jawabku.