Porseni Kabupaten tanpa aku sadari telah memasuki hari ke lima dan hari ini adalah hari terakhir aku bertugas sekaligus menjadi hari dimana aku menerima hasil kompetisi novel yang aku ikuti. Kompetisi novel sendiri merupakan cabang tambahan untuk Porseni Kabupaten tahun ini.
Segera setelah menyelesaikan peranku membawakan pertandingan terakhir volleyball di lapangan empat, aku langsung ke gedung auditorium sekolah. Disana akan menjadi panggung pengumuman hasil kompetisi novel. Ruangan berkapasitas ribuan orang itu cukup sepi. Mungkin kompetisi novel ini tidak terlalu menarik minat penonton atau semuanya terlalu sibuk pada peran dan tugas masing-masing. Ah, aku lupa hari ini kan juga menjadi hari berlangsungnya kompetisi cabang atletik, sepertinya masih pada sibuk disana. Atau sudah selesai namun terlalu lelah buat ke sekolah. Bagaimana pun lari ratusan meter bukan hal mudah dan ringan.
Aku mengambil tempat duduk di barisan sebelah kiri, dua dari depan. Aku melirik ke sebelah kanan panggung, disana ada Alres berdiri sebagai pembawa acara. Aku tidak terkejut pada kehadirannya melainkan pada tampilan wajahnya. Meski dari jarak jauh, aku bisa melihat ada luka di pelipis kanannya. Sepertinya Alres baru saja mendapatkan masalah.
Alres memulai acara. Rasa gugup tidak mampu aku sembunyikan saat satu persatu nama peraih juara mulai disebutkan. Juara favorit 3? Tidak. Juara favorit 2? Tidak. Juara favorit 1? Tidak juga. Juara pilihan? Tidak juga. Aku mulai pesimis.
Aku sangat senang saat namaku di sebutkan sebagai peraih juara satu. Ini merupakan pencapaian tertinggi aku dalam hal menulis. Aku naik ke atas panggung. Aku tersenyum menerima kehadiran kalung medali emas melingkari leherku. Selanjutnya, aku menerima piagam penghargaan dan boneka berbentuk kelinci (maskot dari Porseni Kabupaten) secara bergantian, setelahnya aku menjabat tangan sosok juri utama, pemberi segala hadiah penghargaan aku.
Sesi foto pun di mulai, aku turun setelah selesai. Aku sedikit kecewa karena aku tidak memiliki satupun sosok yang menyambut aku di bawah panggung. Tidak seperti juara dari sekolah lain, mereka di sambut dengan gembira dan tawa teman sekolah mereka masing-masing.
Aku memilih segera meninggalkan gedung auditorium. Langkahku memelan seiring semakin jauhnya posisiku dari gedung auditorium. Aldira? Nayra? Aku hampir lupa, hubungan aku dengan Nayra sedang tidak baik-baik saja. Biasanya aku punya Kim Ri-An disisiku tapi ini tidak ada. Tanpa aku sadari, aku mulai terbiasa dan mengharapkan kehadiran Kim Ri-An di episode-episode terbaik dalam hidupku.