Porseni Kabupaten telah berlalu dengan hasil akhir dimana sekolah aku keluar sebagai juara umum satu dengan total perolehan medali sebanyak dua puluh enam medali dimana diantaranya sepuluh medali emas, tujuh medali perak dan sembilan medali perunggu.
Aku memulai kegiatan hari mingguku di jam lima pagi. Bersih-bersih segala hal. Selesai itu ke dapur. Aku menyiapkan roti bakar, salad buah untuk tiga orang lalu aku membuat minuman berupa air mineral dingin bercampur sepotong buah lemon sebagai pelengkap dalam tiga gelas. Aku menyajikan di atas meja makan. Menghubungi Kim Ri-An agar ia datang bersama Jin-Hwan untuk sarapan bersama.
“Halo.”
Hanya sapa dari Kim Ri-An selanjutnya suara bel pintu telah mengalihkan perhatian aku. Aku pikir orang di balik bel pintu itu merupakan Kim Ri-An. Jadi, tanpa membalas sapa Kim Ri-An, aku meletakkan ponselku kemudian bergegas membuka pintu.
“Hai.” sapaku tepat setelah aku membuka pintu.
Aku cukup terkejut mendapati kehadiran Jin-Hwan di balik pintu. Aku celingak-celinguk mencari keberadaan Kim Ri-An namun tidak ada siapapun di koridor lantai dua puluh apartemen ini selain Jin-Hwan.
“Hai, aku bawakan bubur buat kamu, Rein.” ujar Jin-Hwan seraya menyodorkan kepadaku kantung plastik putih.
“Makasih.” Aku menerima kantung plastik putih itu ragu-ragu.
“Aku buat sendiri bubur itu dan sudah kucoba, ya, walau tidak enak tapi layak kok buat dimakan sama manusia, kecuali kalau kamu bukan manusia baru tidak layak.”
Random banget sih makhluk bernama Jin-Hwan ini. Bertubuh kurus, rambut blonde model ala-ala boyband K-Pop. Jaket kulitnya selama ini mengesankan image cool and swag pada pemakainya di mataku tapi Jin-Hwan benar-benar konyol, tidak ada tampan cool apalagi swag.
“Apa yang kamu lakuin di sini, Hwan?” tanya Kim Ri-An tegas seraya menghampiri kami.
“Ngapelin pacar, eh..., maksudnya pacar sahabat aku.”