Raden dan Elris

Ira A. Margireta
Chapter #5

4. Orang Baru

Seorang wanita makan sendirian tanpa seseorang menemaninya. Dia sudah terbiasa akan hal itu. Ejekan atau omongan tentangnya tidak dihiraukan.

"Lo denger gak, kalo dia itu akan di d.o dari sekolahan."

"Yang bener? kasihan.

Tapi ya gimana lagi, toh kelakuannya juga gitu."

"Lo denger gak? beberapa hari yang lalu di pergi ke club."

"What! Really?"

"Pantes sama persis dengan kelakuan ibunya!"

Elris tidak jadi memasukkan makanannya ke dalam mulut. 

"Yang bener? Lo tau latar belakang dia?"

"Taulah, dia tinggal dengan Neneknya, tapi Neneknya sakit, sekarang di rumah sakit. Kalau orang tuanya sih, dia udah gak punya Bapak sejak dia lahir. setelah dilahirkan, Ibunya juga ninggalin dia! Dan ternyata Ibunya itu seorang pelacur!"

Suara sendok di geletakkan menimbulkan suara keras. Membuat orang-orang tertuju pada Elris. Elris berdiri dan akan meninggalkan tempatnya. 

"Buah gak jatuh dari pohonnya, yang pastinya dia akan seperti ibunya, pelacur!"

Elris melangkahkan kakinya kembali. Meninggalkan suasana yang tidak mengenakkan hati.

 

***

 

Elris sedang menggambar di sebuah kertas. Dia mengikuti kompetisi desain yang nantinya mendapatkan hadiah berupa uang tunai. Ini adalah kesempatan Elris untuk mendapatkannya.

Suara handphone membuat Elris berhenti menggambar.

"Hallo dokter, ada apa?" tanya Elris duluan.

"Biaya yang sebelumnya kamu setorkan sudah terpakai habis. Jadi obatnya dihentikan."

Mendesah. "Baik saya mengerti... Untuk biaya obatnya akan secepatnya saya setorkan..."

"Ok. Mmmbb Elris... Apa kamu pernah terpikir untuk menyerah saja... Semua obat yang dibutuhkan Nenek kamu adalah barang impor. Terlalu mahal... Bukan semua orang mampu membayar."

"Saya tidak akan menyerah! Nenek saya masih hidup! Bagaimana bisa saya menyerah! Dan lagi! Saya janji akan mendapatkan uangnya segera!" bentak Elris dalam telfon.

"Baiklah. Saya akan coba meminta obat dengan kredit kepada farmasi. Semoga kamu cepat menemukan jalan keluarnya."

Elris langsung menutup panggilan telfon. Elris sedih, air mata jatuh mengenai gambaran yang ia buat. Disampingnya ada foto Elris dalam pelukan Nenek. Senyuman bahagia sebelum kehidupan mengambil senyumannya.

Elris melakukan pencarian tentang kompetisi yang menghasilkan uang. Di usianya yang sekarang dia belum bisa bekerja seperti orang dewasa. Apalagi dia sudah janji, dia harus lulus sarjana.

"Acara amal. Buatlah desain sesukamu dan tetapkan harganya sendiri. Setengah untuk amal. Setengah lagi buat hak cipta," baca di internet. "Kirimkan desainmu disini, tunggu 3 hari untuk menerima informasi selanjutnya. Jika diterima anda harus menyelesaikannya sampai tahap akhir," imbuhnya membaca.

"Ok, dengan ini aku bisa membuat Nenek bersamaku... Apapun itu aku harus bisa menyembuhkan Nenek!" Elris terlihat sangat bahagia. Tekadnya yang sangat kuat untuk bisa menyembuhkan Nenek dan bisa bermain dengannya lagi.

 

***

 

Elris berada di rumah sakit tempat Neneknya istirahat. Mengelap Nenek di tempat tidur. "Cepatlah sembuh Nek, Elris sangat merindukan Nenek. Apa Nenek gak merindukan Elris?... Malam hari sangatlah dingin, aku harap malam selanjutnya terasa hangat," kata Elris, mata berkaca-kaca.

Elris menemui dokter yang merawat Neneknya di luar. Dokter tersebut bernama Aldo.

Lihat selengkapnya