Kakek mulai menjelaskan dari murid yang pertama bernama Yada seorang anak laki-laki yatim piatu. Dia hidup sendiri di rumahnya dan untuk menghidupi dirinya dengan bekerja sebagai petani di keluarga Ivory. Murid kedua bernama Ivory seorang anak perempuan dari keluarga petani kaya. Keseharian dia membantu orangtuanya di pegunungan untuk bertani. Mereka bisa mengenal satu sama lain ketika Yada jatuh dari sungai saat mencari ikan, Ivory yang melihat Yada langsung menolongnya. Murid ketiga bernama Abyasa seorang anak dari seorang pedagang. Kehidupan dia membantu orang tuanya untuk berdagang sayuran. Sayuran yang dijual di dapat dari keluarga Ivory. Mereka saling bekerjasama untuk urusan jual beli. Murid ke empat bernama Arya seorang anak dari kepala desa disana. Kehidupan dia membantu orangtuanya menyusun laporan dan rencana untuk perkembangan di desanya. Arya sudah seperti sosok pemimpin selanjutnya di dalam keluarganya. Ketika mereka sudah berkumpul di rumah kakek. Ternyata mereka sudah mengenal satu sama lain yang di dapat dari kerjasama epik yang mereka lakukan untuk membantu perkembangan di desanya. Walaupun masih ada beberapa komplotan yang berniat jahat dan mengganggu para warga.
"... seperti itu," jelas kakek.
"Apakah cara melatihnya sama sepertiku kek?" tanyaku.
"Sangat berbeda karena aku melatih mereka secara pembentukan fisik dan mereka memiliki keunikan masing-masing," jawab kakek.
"Terus apa keunikan mereka kek?" tanyaku.
"Yang pertama Yada keunikan dia pantang menyerah dan terus berjuang. Yang kedua Ivory keunikan dia memiliki kekuatan otot yang tak terbatas dan ceplas-ceplos. Yang ketiga Abyasa, keunikan dia karena memiliki kecerdasan dan cepat tanggap. Dia bisa membaca arah pukulan lawannya. Yang ke empat Arya keunikan dia dapat meniru keahlian lawan hanya dengan sekali lihat," jelas kakek.
"Wahh mereka hebat-hebat sekali ya kek. Lalu untuk keunikan ku apa kek?" tanyaku.
"Keunikanmu sama denganku yaitu ragasukma dan cara pelatihanmu pun sudah cukup unik juga," jelas kakek.
"Oh pelatihan di dalam mimpi itu. Orang-orang dulu kuat-kuat ya kek?" tanyaku.
"Iya, pada kehidupan itu memang orang-orang hampir semuanya memiliki kekuatan entah itu orang baik dan jahat. Makanya dikehidupan itu untuk bertahan hidup harus berjuang atau kamu akan binasa," jelas kakek.
"Lalu untuk orang berniat jahat. Mereka dapat kekuatan dari mana kek?" tanyaku.
"Mereka mendapatkannya dengan cara kotor. Mereka lebih memilih bersekutu dengan bangsa iblis. Maka dari itu tugas kita menolong mereka yang membutuhkan bantuan, karena Iblis tidak bisa mati dan berjanji akan terus menggoda manusia sampai dunia berakhir. Tapi mereka yang sudah dijadikan budak tidak dapat kita tolong, itu bukan urusan kita karena sudah ada perjanjian diantara mereka. Dulu ada kejadian gempar yang tidak dapat terelakkan. Hanya beberapa warga yang dapat diselamatkan. Kita berlima bertarung habis-habisan dengan warga kampung sebelah dan mereka sudah menyerupai iblis. Petarungan yang tidak selesai-selesai membuat mukjizat. Kita dibantu oleh Allah SWT dengan adanya Guntur dan gempa dahsyat di kampung tersebut. Pegunungan yang ada di sebelah kampung itu longsor menimbun mereka beserta rumah-rumahnya. Gempa dahsyat dan suara runtuhan-runtuhan itu hanya disekitar mereka. Nak, apa kamu tahu tanah lapang yang sekarang dijadikan untuk lapangan sepak bola di dekat pasar?" jelas kakek.
"Iya, aku tahu kek," jawabku.
"Disitulah tempatnya," kata kakek.
"Baik kek aku mengerti. Rupanya itu sebab aku selalu merasakan merinding ketika melewatinya," jelasku.
Semenjak kejadian penculikan masuk ke dalam berita di tv, para warga sudah mengetahui sosok diriku dan semakin akrab denganku. Keesokan harinya sekitar jam 1 siang, ketika aku sedang berbelanja di pasar. Aku melihat ke arah lapangan.
batinku, Tanah lapangnya terlihat teduh ternyata menyimpan tragedi.
Aku tetap merasa merinding dan melanjutkan tujuanku untuk berbelanja. Aku hanya membeli ikan karena dirumah masih ada beberapa sayuran sisa panen.
"Pak, berapa harga ikannya?" tanyaku.
"Harga 1 kg Rp. 30.000 Den. Buat Radenta Rp. 25.000 saja," kata Pak Cetho
"Pak jangan begitu. Aku tidak ingin menawar. Aku akan membayarnya dengan harga normal," kataku.
"Iya sudah. Kalau mau belanja ikan lagi datang kesini ya Radenta," pinta Pak Cetho.
"Iya pak. Mari pak," kataku dengan tersenyum.
Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak ku. Sebenarnya aku sedikit terkejut. Ketika menoleh ke belakang.
Orang yang menepuk pundakku adalah Pak Shukiren. Dia memiliki tubuh sedikit gemuk dan hati selembut tisu. Dia adalah ayah Suli, Suli teman sekolahku semasa SD dulu.