"Grrrr grrr grrr," geraman Suli.
Aku bergegas masuk ke dalam kamar diikuti dengan keluarganya. Aku melihat keadaan Suli seperti kerasukan harimau. Tapi dia menempel di dinding seperti cicak sampai ke plafon rumah.
"Siapa kamu?" tanyaku.
Tiba-tiba Suli menatap tajam ke arahku. Kedua orangtua dan adiknya ketakutan, aku menyuruh mereka untuk segera menjauhinya karena Suli terlihat berbahaya.
"Grrrr ...," geraman Suli.
Tiba-tiba Suli melompat ke arahku dan akan mencakar. Beruntungnya aku bisa menahan cakarannya sebelum mengenai tubuhku. Tiba-tiba Suli berdiri menjaga jarak denganku. Tingkah laku dia berubah menjadi seperti seorang putri, kalem dan anggun. Suli hanya diam saja dengan menatapku. Tiba-tiba dia tersenyum menyeringai. Aku hanya berusaha bertahan, khawatir dia tiba-tiba menyerang ku lagi. Ternyata dia benaran menyerang ku lagi. Dia hanya menyibakkan tangannya. Pertahananku rubuh sampai aku terpental menabrak dinding.
"Urgh. Uhuk ...," kataku sedikit mengeluarkan darah.
Gerak gerik Suli kembali seperti harimau setelah aku memuntahkan darah. Dia mencium aroma seperti aroma yang dia kenal. Dia dalam sekejap ada di depan ku bertatap muka, aku sangat terkejut. Jari telunjuknya mengambil darahku yang ada di dekat mulutku lalu menjilati jarinya. Ketika aku akan menyerangnya, dia sudah menjauh lagi.
"Ahahaha ... ternyata kau penerusnya ya!" kata Suli dengan suara ketawa tapi bukan suara asli Suli.
Aku mengernyitkan dahiku. Batinku, Apakah yang dimaksud kakek?
kakek tiba-tiba datang. Suli langsung menatap tajam ke arah kakek.
"Hei Nyi Mas, keluarlah! kasihan anaknya," perintah kakek.
"Beruntung sekali penerusmu bertemu denganku, hei Aradhana. Aku tidak akan menguji kekuatannya lagi," kata Suli.
"Uhuk, kakek mengenalnya? Beliau siapa?" tanyaku masih menahan sakit.
"Dia Nyi Mas yang dulu anak buahnya pernah aku kalahkan ketika menyerang warga kampung sebelah. Karena kampung itu hampir semuanya melakukan hal-hal kotor dan pada akhirnya kampung itu terkubur tanah longsor dari pegunungan. Mereka terkubur hidup-hidup di dalam sana. Sebenarnya mereka dapat hukuman dari Sang Pencipta," jelas kakek.
"Astaghfirullahhaladzim," kataku.
"Hei Aradhan, diistanaku, aku masih sendiri. Maukah jadi pengantin ku. Lagian kau sudah mati dan wajahmu walaupun menua tapi tetap ada kharismanya ya," ajak Suli dengan menyeringai.