Radenta dan Bangkitnya Energi Spiritual

winda aprillia
Chapter #14

Chapter 14

"Sepertinya dalam jangka waktu seminggu akan ada orang yang meninggal dengan tidak wajar," jelas kakek.


"Maksudnya kek?" tanyaku bingung.


"Bola api yang lewat tadi itu pembawa kabar kematian. Bola api itu akan mengarah ke rumah warga yang akan dipilih. Salah satu anggota keluarganya yang terpilih akan meninggal dengan cara gantung diri. Itu disebut pulung gantung," jelas kakek.


"Astaghfirullahhaladzim. Lalu mereka yang terpilih apakah bisa diselamatkan kek?" tanyaku.


"Kemungkinan kecil selamat. Tapi jiwa mereka tidak normal seperti setengahnya diri mereka sendiri setengahnya lagi ada makhluk lain yang mengisi," jelas kakek.


"Berarti bahaya sekali kek," kataku.


"Iya. Bola api itu akan terus menerus mencari korban. Seperti ada kata 'aku mati kamu juga harus mati' dengan tanda arah kemana korban yang meninggal. Jika korban menghadap ke arah barat, suatu saat nanti akan ada korban lagi di sebelah barat. Dengan kejadian itu akan timbul berbagai masalah dan fitnah," kata kakek.


"Astaghfirullahhaladzim. Apakah ada caranya agar tidak ada korban lagi kek?" tanyaku.


"Ada, harus mencari gelunya. Gelu itu berupa gumpalan tanah dapat ditemukan sebelum korban diturunkan. Jika korban sudah diturunkan, alhasil gelu yang dicari tepat di bawah korban tidak ada. Letak gelu itu ada di dalam tanah jadi harus menggalinya. Terkadang gelu yang didapat jumlahnya tidak pasti hanya terdapat satu ataupun tiga," jelas kakek.


"Baik kek. Lalu wujud makhluk yang mengikuti para korban seperti apa kek?" tanyaku.


"Makhluk itu berwujud seperti manusia yang berkulit hitam membusuk dengan darah menetes dari lubang hidung dan telinga. Sosok seram ini yang dipercaya menjaga tali yang biasa digunakan para korban gantung diri," jelas kakek.


"Astaghfirullahhaladzim. Lalu korban yang dipilih apakah sebelumnya mempunyai masalah kek?" tanyaku.


"Iya masalahnya kecil dan bisa bukan suatu masalah. Seperti frustasi, banyak pikiran, ada masalah keluarga, pekerjaan terlalu berat dan putus cinta. Kebanyakan masalah tentang percintaan. Makhluk itu menyerang korban dengan cara menghasutnya," jelas kakek.


"Baik kek saya mengerti," Kataku.


Seminggu kemudian ketika aku sedang berbelanja di pasar, tiba-tiba ada kabar duka di rumah Ibu Ninik. Kabar itu di siarkan menggunakan pengeras suara di dalam masjid.


"Innalilahi wa inna ilaihi roji'un (3x). Telah meninggal dunia Saudara Toni dari keluarga Ibu Ninik. Almarhum meninggal dunia dalam Usia 17 tahun, akan disemayamkan di rumahnya. Pemakaman Insya Allah akan dilaksanakan pada hari ini. Tempat pemakaman di pekuburan umum. Demikian pengumuman berita duka, untuk menjadi periksa para warga sekalian.

wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh," jelas Pak Didit selaku RT.


"Innalilahi wa inna ilaihi roji'un. Apakah itu kabar seminggu yang lalu!" gumamku.


Aku bergegas menuju ke rumah Ibu Ninik. Yang aku tahu Ibu Ninik hidup dengan kedua anaknya. Yang pertama bernama Redo dan yang kedua bernama Toni. Aku kenal Redo karena dia teman sekolah semasa SD. Ibu Ninik adalah orang yang sabar dan memiliki riwayat penyakit kanker. 1 bulan yang lalu sempat dirawat dirumah sakit selama 4 hari ditemani oleh Redo. Toni tidak bisa ikut menemani dikarenakan dia sekolah. Yang aku dengar dari tetangganya yang bernama Tobi, terkadang Toni membawakan pakaian yang dibutuhkan Ibu Ninik ditemani oleh pacarnya. Pacar dia bernama Yeni. Dia satu sekolah dengan Toni dan sering menjemputnya. Tetangganya melihat mereka berduaan di dalam rumah ketika ibu dan kakaknya berada di rumah sakit.


Sesampainya di rumah Ibu Ninik. Di dalam rumah sudah banyak orang yang melayat.


"Assalamualaikum," salamku.


"Waalaikumsalam," jawab Bu Ninik.


"Waalaikumsalam. Sini duduk Den," kata Redo.


"Apa yang sudah terjadi?" tanyaku bisik.


"Tunggu setelah 7 hari ya. Aku baru bisa cerita," jawab Redo.


"Baiklah. Yang tegar dan sabar ya," kataku.


"Iya," jawab Redo.


Mata Ibu Ninik sembab sehabis menangis. Terutama Redo, dia terlihat marah menggebu-gebu dengan matanya yang sembab. Aku setelah selesai melayat dan membantu ikut mengurus pemakaman di kuburan umum. Aku mulai mendengar gosip dari tetangganya.


"Mungkin Toni itu kurang kasih sayang dari keluarganya. Makanya begitu," kata Bu Katmi.


"Iya. Kalau enggak begitu mungkin Toni minta sesuatu nggak diturutin," kata Bu Titin.



batinku, Astaghfirullahhaladzim. Mereka kalau ngomong tidak berhati-hati bisa menimbulkan fitnah.


Redo yang mendengar mereka langsung marah-marah.


"Hei, kalau ngomong jangan macam-macam ya. Kalian jangan sok tahu. Omongan kalian semua itu fitnah. Ngerti fitnah nggak? Tolong dijaga mulutnya itu ibu-ibu," bentak Redo.


"Iy iya. Maaf," kata Bu Katmi.


"Iya. Maafkan kami," kata Bu Titin.


Setelah dimarahi mereka langsung kabur begitu saja.


"Sudah Do. Sabar-sabar. Ibu-ibu kamu marahi," kataku menepuk pundaknya.


"Biarin dah. Ibu-ibu itu suka gosip gak benar. Perlu diberi pelajaran biar tidak diulangi lagi," gerutu Redo.


"Iyaa kamu harus tetap sabar Redo," kataku.


"Aku gak begitu marah ke ibu-ibu itu Den. Tapi aku marah ke pacar Toni. Ini ada sangkut pautnya dengan Yeni," jelas Redo.


"... pacar? Yeni? Dia datang kesini?" tanyaku.


"Iya. Dia datang kesini dengan ibunya ketika sudah ada polisi dan wartawan. Ibuku sempat teriak-teriak mencarinya. Tapi aku tahan. Ibuku jangan sampai ketemu dia. Dia tadi diwawancarai wartawan di rumah tetangga ku. Aku juga sebenarnya akan diwawancarai tapi aku menolak. Kalau dia sampai ngomong macam-macam. Aku gak bakalan bisa diam," geram Redo.


"Yaudah. Sabar dulu. Ayo pulang," ajakku.


Kita pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Ibu Ninik bercerita.


"Tadi Yeni datang dengan ibunya sebentar dan salaman saja. Tapi dia menunduk lalu pergi begitu saja diikuti ibunya," kata Bu Ninik.


"Apa? Dia bilang sesuatu tidak Bu?" tanya Redo.


"Tidak. Dia diam saja," jawab Bu Ninik.


"Bangsat," decak Redo.


"Sabar Red. Janji ya setelah seminggu harus cerita. Aku pulang dulu," kataku.


"Iya. Hati-hati Den," kata Redo.


"Hati-hati ya nak Den," kata Bu Ninik.


"Iya. Assalamualaikum," salamku.


"Waalaikumsalam," jawab Bu Ninik.


Lihat selengkapnya