Sesampainya di dalam rumah dan masuk ke dalam kamar. Radenta kembali bermimpi buruk tentang kedua orangtuanya. Dia sampai berkeringat dingin.
"Astaghfirullah haladzim. Kenapa aku selalu bermimpi buruk tentang kedua orangtuaku," gumamku.
"Kek," kataku.
"Iya," jawab kakek.
"Kakek sejak kapan ada di sampingku?" tanyaku.
"... sejak kamu mulai bermimpi buruk," jawab kakek.
"Apa kakek mengetahui tentang mimpiku?" tanyaku.
"Iya aku melihat mimpimu dan mimpimu itu bukan hanya sekedar mimpi tapi kejadian nyata yang pernah kamu alami," jelas kakek.
"Apa kakek tahu tentang meninggalnya kedua orangtuaku?" tanyaku.
"Iya aku tahu. Maaf tidak bisa membantu kalian," kata kakek.
"Sepertinya meninggalkannya kedua orangtuaku ada yang janggal," jelasku.
"... iya. Kamu benar Radenta," sahut kakek.
"Boleh diceritakan kek. Karena aku setiap malam selalu bermimpi bapak dan ibu seperti dikejar-kejar sesuatu. Tapi wujudku masih anak kecil. Apakah aku lupa ingatan?" kataku.
"Iya. Pasti kamu lupa ingatan dengan kejadian yang membuat kamu syok berat. Begini ceritanya, bapak dan ibumu sewaktu pulang dari kota melewati hutan menaiki motor. Mereka tidak sengaja melihat ada pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang dukun dan antek-anteknya. Korban itu dikubur di hutan. Orang tua kamu setelah melihat kejadian itu dan mengetahui siapa dukun itu? Mereka bergegas pergi tapi ketahuan oleh dukun itu. Orang tuamu dikejar-kejar oleh mereka sampai ke rumah. Kamu disuruh sembunyi di dalam lemari," jelas kakek.