Adren terbangun di sofa. Ia melihat ke isi dus bekas lahiran Kokom. Rautnya agak bersedih. Ia menatapnya beberapa saat.
Lalu Adren melihat jam dinding, sudah jam 5.30, pagi. Ia baru tidur satu jam yang lalu setelah lahiran Kokom selesai. Entah kenapa Adren terbangun, mungkin karena merasa perlu mengabari Liza yang mengabarinya semalam. Meski demikian, ada kabar kurang enak dari peristiwa beberapa jam yang lalu yang Adren agak tidak enak untuk beritahukan.
Adren akhirnya mengambil HP nya yang selesai di charge, lantas ia menelfon Liza.
"Hai, pacar.." sapa Adren.
"Hmm.. Hai.." Suara Liza terdengar baru bangun tidur.
"Kebangun ya?"
"Hoam.. Jam berapa ini?"
"Jam setengah enam."
"Hmmh.. Ya ampun.. Kesiangan."
"Masih pagi kok."
"Oh iya! Kokom gimana?" tanya Liza, tiba-tiba suaranya langsung segar.
"Emm... Baru selesai satu jam yang lalu. Mau lihat?" Adren ragu-ragu.
Adren pun berganti ke video call, lalu menyorot kamera ke salah satu bayi Kokom yang mati tadi pagi.
"Ada yang enggak bertahan, Liz.." kata Adren, bersedih.
"Yahh.. Kasihan.." Liza prihatin.
"Itu yang terakhir keluar. Salahku, enggak tau mesti gimana. Entah harusnya aku kasih CPR, harusnya dia bisa selamat. Tapi enggak tau caranya. Huhh.."
"Hmm.. Udah, enggak apa-apa. Kamu udah berusaha sebaik mungkin. Yang lainnya gimana? Emang cuma satu?"
"Umm.. Yang lainn.." Adren langsung menyorot ke arah Kokom yang sedang tertidur dengan bayi-bayinya yang selamat, agar Liza bisa melihat.
"Ahhhh.. Lucunya..." kata Liza, luluh, terenyuh. "Ada berapa? tiga?"
"Empat."
"Adrennn..
Mereka berhasil..!
Untung ada kamu..!"
"Yahh.. Tetep aja enggak semuanya selamat."
"Kamu udah bergadang buat jagain mereka, kamu udah melakukan yang terbaik."
"Semua karna kamu juga, aku jadi tau harus apa. Kalo enggak.." Adren masih berduka.
"Dren.. Mau denger sesuatu enggak?" potong Liza.
"Apa?"
... Hening.
"Love you too." kata Liza tiba-tiba.
Adren tersenyum perlahan. "Hhem.. why?"
"Aku bangga sama kamu.
Dari peristiwa pagi tadi..
Entah kenapa aku ngeliat kamu orang yang tulus."
"Dan..? Ini maksudnya apa ya?" Adren bingung.
"Enggak maksud apa-apa."
"Hmm.. Aku kira kamu mau buka identitas kamu." goda Adren.
"Hehe.. Enggak, Adren. Maaf.."
Adren mengangguk pelan.
"Aku ngerti. Gapapa." kata Adren, ikhlas. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya.
"Sebentar Liz. Ada yang datang." Adren berjalan ke pintu, dengan memegang HP di telinga.
CLEK!
Adren membuka pintu. Ternyata itu Mona berdiri dengan wajah kesal. Mobilnya terparkir di sisi jalan.
"Adren!" Mona mencubit lengan Adren.
"Aduuhh... Aduh! Mon!"
"Ditelfonin enggak bisa!"
Adren melepaskan diri.
"Kenapa sssiiii??!" Adren kesal.
"Banduuuung!"
Adren baru ingat. Hari ini kelompok tugas akhirnya harus ke Bandung untuk shooting.
"Waduhh...! Harus banget?!"
"Gantian nyetir Shay! Enggak kasian sama aku gitu kamu teh?" ujar Mona.
"Tapi Mon.. Aduh...
Sini masuk!" Adren masuk ke ruang tengah, Mona mengikuti di belakang.
"Tuh liat! Gue belum tidur ngurusin Kokom lahiran semalem."
"Haaaaaaaa! Kokom melairkan? Ya ampuuun!" mata Mona berbinar-binar, gemas.
"Lucunyaaa..." kata Mona sambil mengelus-ngelus Kokom. Sementara Mona asyik menengok Kokom, Adren bicara dengan Liza lagi.
"Halo Liz?"
"Hmm.. Hai.."
"Sorry keputus.."
"Emh.. Itu siapa?" tanya Liza, sebab ia mendengar suara Mona.
"Itu temen kuliah, dateng ke rumah."
"Ohh.. Mau ngapain emang?"
"Kami mau ke Bandung. Mau ngerjain tugas akhir. Tapi enggak tau deh.. Kokom abis lahiran, aku kasian ninggalinnya. Emang enggak apa-apa ya ditinggal?"
"Hmm.. Enggak apa-apa sih. Yang penting disediain makan sama minumnya."
"Oh gitu ya..? Apa aku berangkat aja ya?"