Radio, Someone Still Love You

Jonem
Chapter #24

Malam Bandung Meranyah

Jam 19.00.

"Lagi ngapain Dre?

Wahhh.. Kayaknya udah ada ide, meskipun telattt..." Mona muncul dari tangga, melihat Adren sedang menggambar sesuatu di buku sketsanya.

"Enggak. Iseng aja." kata Adren, serius menggambar.

"Gambar siapa tuh? Cewek lo? Cakep juga.."

Yang Mona lihat saat itu adalah potret perempuan dengan rambut bergelombang agak keriting, dengan wajah agak chubby.

"Kepo ente!"

Mona celingukan.

"Si Eren mana?"

"Di kamar. Gogoleran aja dia mah dari tadi."

"Eh.. Tadi waktu aing tiduran di paha kamu, Dre.. Kok dia enggak cemburu ya? Berarti dia enggak naksir aing ya Dre? Ngapain ngajak gue nonton horror Korea kalo gitu.." Mona bicara sangat pelan, agak berbisik. Adren langsung menoleh, menatap Mona dengan mengerutkan kening untuk beberapa saat.

"Kunaon kamu?" tanya Mona, heran.

"Kenapa lo mau tau banget dia cemburu apa enggak?" tanya Adren.

"Ya enggak apa-apa, pengen membuktikan aja.

Ternyata enggak naksir.

Padahal dia berpeluang besar lho.." Mona membuat pengakuan aneh yang membuat Adren mematung karena terkejut, sampai mulutnya terbuka.

Menyadari gelagat Adren, Mona langsung menatap tajam Adren sambil mengacungkan telunjuk.

"Eh bukan berarti gue naksir Eren yah!

Gue cuma bilang dia berpeluang!

Jangan bilang yang enggak-enggak!" kata Mona, mengancam.

Pantesan aja dia bete sama gue! Ya ampun.. DIA NAKSIR ELO MOOONNN!!!! Dia cemburu bangettt!! Adren menggerutu dalam hati, lalu mulai memilah-milih kata untuk memperjelas situasi.

"Jadi maksudnya, kalo Eren naksir sama lo, dia berpeluang besar jadi pacar lo?" tanya Adren, berbisik.

"Ya kalo dia beneran suka."

"Kalo lo ngomong gitu namanya ngarep, Neneng! Itu namanya lo naksir!" omel Adren.

"Ih gue enggak bilang gitu! Salah menyimpulkan kamu mah!"

"Yailah Mon! Kalo naksir juga enggak apa-apa kali! Aing tuh sahabat kamu! Emang aing orangnya ember Mon? Kirain percaya sama aing..

Gue cuman butuh konfirmasi, lo naksir Eren apa enggak!?"

"Yaa... Si Eren ganteng buat gue mah, baik, orangnya rajin, tau tanggung jawab, ya..."

"Naksir apa enggak?"

"Yaa.. suka aja. Faktanya gue suka kok satu kelompok sama dia. Enak kerja bareng dia." Mona agak salah tingkah.

"Suka ke arah yang romance apa enggak??"

"Enggak tau lah, maksudnya.."

"Mona it's a simple question. Yes or not?"

"Gue jawab jujur tapi lo kasih tau cewek lo siapa! Oke?!"

"Lho kok??" Adren keberatan.

"Yailah Dreee! Katanya sahabat?! Emang aing orangnya ember Dree? Kirain percaya sama aing.. Masa sahabat ngumpet-ngumpetin pacar!" Mona membalikkan kata-kata Adren. Adren terlihat sebal.

"Emang kenapa kamu pengen tau banget cewek aing?"

"Ya gue ikut seneng, Dree.. Udah dua tahun setelah lo putus ama si Sheila, tapi gue enggak pernah liat lo deket sama seseorang, padahal ada aja temen-temen gue yang mau sama lo!

Selama ini gue overthinking dan parno!

Jangan-jangan Adren enggak nganggap gue sahabatnya???

Jangan-jangan Adren selama ini naksir sama gue???

Jangan-jangan Adren sekarang gay???"

Adren sontak menatap Mona dengan tatapan Yang bener aja kali!?

"Enggak semuanya, Mon!" jawab Adren. "Gue straight dan ya iya lah gue nganggap lo sahabat gue! Cuman gue kan introvert Mon, enggak semua bisa gue ceritain." jelas Adren. Adren menatap kosong ke satu arah, seakan mencoba menjelaskan sesuatu.

"Lo tau enggak kenapa gue suka jadi penyiar?"

Mona menggelengkan kepala. Adren menatap Mona.

"Karena enggak harus membuka penampilan gue, kehidupan pribadi, status sosial, status ekonomi.. Gue cuman modal suara dan pikiran jenaka aja, orang-orang bisa suka sama gue."

"Jadi lo insecure? Sama apa? Tampang? Lo kan enggak jelek, Dre. Temen-temen gue bilang lo ganteng tauk!"

"Mungkin karena gue pernah ditinggal nikah tiba-tiba tanpa tau salahnya gue dimana. Apa yang bikin Sheila ninggalin gue? Sifat gue kah? Tampang kah? Keadaan ekonomi kah? Itu enggak pernah terjawab sehingga gue jadi terlalu khawatir untuk semuanya." jelas Adren.

"Ya ampun Adren.." Mona bersimpati, ia mengusap bahu Adren. "Mungkin lo emang enggak ada salah atau kurangnya, Dren."

"Mon, Kalo emang gue se-sempurna itu buat dia, dia enggak akan pergi lah.."

"Dren.. Banyak kok cewek nikah bukan karena cinta, tapi karena tuntutan sekitar. Mungkin Sheila cintanya sama lo, tapi untuk mengamini tuntutan-tuntutan itu, dia merelakan cintanya juga.."

Adren menatap mata Mona.

"Emang gitu?" tanya Adren.

"Iya! Tapi mari berdoa dia benar-benar bahagia, bukan terpaksa bahagia." jawab Mona.

"Anyway! Gue seneng lo udah membuka hati lagi buat cewek. Boleh gue tau, siapa orangnya?" lanjut Mona.

Adren memalingkan wajah, lalu menunduk.

"Sse..sebenernya.." Adren memberikan wajah yang sedang ia gambar tadi pada Mona. "Ini gue gambar buat cewek gue."

"Hmm.. Ini mukanya? Cantik sih.."

"Bukan.

Jadi.. Dia pacar dunia maya gue, Mon..

Tapi dia enggak mau nunjukin wajahnya sama gue.

Gue enggak tau Mon, mukanya kayak gimana.

Gue dengerin waktu dia lagi nyanyi, dan wajah ini yang terbayang di kepala gue."

"Haaa?" Mona heran.

"Ya, gue tau. Aneh kan? Dan payah tentunya. Udah ketinggalan zaman untuk masih mau ngelakuin hal-hal kayak gini. Tapi.. Gue suka suaranya dan cara dia ngomong.

Suaranya.. adalah suara yang gue harap partner hidup gue punya, nanti.

Kalo udah denger dia ngomong, gue diem, merem, dengerin, jiwa dan raga gue tenang, kayak meditasi. Teduhh banget.. Hilang badai di kepala gue.."

"Tapi bukan berarti lo enggak mau lihat wajahnya kan, Dre? Gue enggak akan judge gimana cara lo jatuh cinta sama seseorang kok, tapi..

Di dunia yang penuh muslihat kayak gini.. Gue mau lo berpikir realistis juga."

"Gue akan berusaha supaya dia mau membuka diri. Dan gue juga udah janji, bagaimana pun bentuknya dia, gue akan tetep sayang sama dia.

Lihat selengkapnya