Pagi itu kantin sekolah sangat ramai, tahun ajaran baru tanpa ada masa perkenalan siswa, karena sekolah memang tidak mengadakan seremonial seperti itu lagi. Radit dan Ello memasuki kantin, serasa senior yang sedang memperlihatkan wibawa pada juniornya.
Ello sang seniman sekolah yang sok nyeni, menampilkan diri bak seorang Don Juan yang laris manis, sementara Radit yang kalem, namun diam-diam berusaha mencari mangsa untuk dipacari. Radit memang belum pernah pacaran, sementara Ello sudah sering ganti pacar, karena seperti striker yang tidak pernah bisa mencetak gol meski bola sudah dikuasai.
Diantara sekian banya siswi baru di kantin, ternyata ada yang mengenal Ello. Betapa bangganya Ello, dia merasa seakan-akan menjadi orang terkenal, karena namanya dipanggil oleh seorang siswi yang cantik pula,
"Hai kak Ello, apa kabar? Sapa sisiwi itu, dengan suara lantangnya, sehingga seisi kantin menoleh kearah Ello.
" Hei Dhita, kamu masuk di SMA ini rupanya, panggil nama aja kenapa Dhit, tua banget aku rasanya dipanggil kakak"
Begitu lihat Dhita, Radit terkesima, dia seperti takjub melihat sebuah keajaiban. Radit langsung colek-colek Ello minta dikenalkan sama Dhita, namun Ello cuek, dan terus melanjutkan ngobrol dengan Dhita. Sehingga Radit jadi tengsin sendiri, tatapannya tidak lepas kearah Dhita yang terus ngobrol sama Radit.
"Kok bisa ya kita ketemu disini, padahal sekolah lain kan banyak Dhit?
"Tapi kan sekolah disini beda dong status sosialnya"
"Oh ya, kenalin nih teman aku yang masih jomblo nih" Ello memperkenalkan Radit pada Dhita
Radit dan Dhita saling berkenalan, hati Radit begitu senangnya, karena Dhita tipikal cewek idamannya. Sayangnya reapon Dhita biasa-biasa saja, seakan-akan tidak ada yang spesial dari Radit.
"Dhita kamu tinggal dimana? Tanya Radit dengan agak kikuk
" Baru kenal kok udah nanya tempat tinggal, ngobrol yang lain kek" jawab Dhita dengan cueknya
Radit tersipu malu mendengar jawaban Dhita, Ello langsung memotong pembicaraan Radit dan Dhita
"Udah, ngobrolnya gak usah yang serius-serius amat, yuk kita cari meja biar enak ngobrolnya"
Mereka bertiga menuju ke sebuah meja yang ada di pojok kantin, Radit mengambil inisiatif menarik sebuah kursi untuk Dhita, dengan sedikit tersenyum Dhita menerimanya. Melihat senyuman Dhita, hati Radit merasa lega.