Radit & Dhita

Aji Najiullah Thaib
Chapter #18

Dhita Menghadapi Musibah

Kalau orang betawi bilang, Radit 'ketepesan', kelantar-kelintiran di kamarnya, kayak orang yang serba salah. Duduk salah, tidur pun salah, sehingga gak tahu mau ngapain. Dia benar-benar sedang di mabuk asmara, dia baru merasakan seperti apa akibat jatuh cinta. 

Hari sudah menjelang malam, sambil menunggu azan Maghrib, sebentar-sebentar dia lihat hapenya. Terakhir dia curhat dengan poster Bung Karno yang ada di dinding kamarnya, 

"Hai bung, sebagai anak muda, aku harus melakukan apa karena asmara" Ucapnya dengan lirih, seakan-akan dia sedang berdialog secara imajiner dengan Bung Karno. 

"Hai anak muda, jika aku ada di posisimu, aku akan biarkan perempuan yang mabuk karena cintaku" Radit serasa mendengar jawaban Bung Karno. 

Radit tersadar dengan sikapnya sebagai laki-laki yang lemah terhadap wanita. Begitu dengar azan Maghrib, dia bergegas ke kamar mandi untuk ambil wuduk. Radit berharap selepas sholat dia akan tenang. 

Radit menunaikan sholat Maghrib di kamarnya. Dia sholat dengan sangat khusuk, ayat-ayat yang dibaca pun dengan sangat jelas dan benar. Dia melepaskan semua pikirannya terhadap Dhita. 

Selesai sholat, dia melaksanakan ritual seperti biasanya, mengamalkan berbagai wirid yang menjadi hapalannya. Radit juga berdoa kepada Tuhan, agar diberikan kekuatan dan ketenangan. 

Selepas sholat, masih dengan pakaian gamis-nya, Radit duduk di meja belajar, dia buka Al Qur'an dan membacanya. Selesai membaca beberapa ayat suci Al Qur'an, pikirannya mulai plong. Dia sudah menentukan sikap, tidak ingin dulu terganggu dengan Dhita. 

Dia melakukan aktivitas seperti biasa di rumah, dia ngobrol dengan maminya, dan bercanda dengan adiknya semata wayang. Ternyata, Radit merasa hidupnya sudah kembali normal. Dia tidak lagi terganggu dengan persoalan asmaranya dengan Dhita. 

Radit makan malam dengan keluarganya yang lengkap, ada mami dan papinya, ada mbak Laras, dan ada adiknya Ratih. Seperti biasanya, keluarga Radit penuh kerukunan, papinya kadang menyelingi pembicaraan dengan guyonan. 

"Eh Dit, kamu pacaran sudah ngapain aja? Jangan aneh-aneh ya pacarannya, ntar nikah dini kamu" Joke ayah Radit, menasehati tapi sambil guyon

"Ya gak lah pi, buahkan jatuh gak jauh dari pohonnya" Ujar Radit sedikit berfalsafah. 

"Benar itu, papi sih pacarannya normal-normal aja dulu, ya gak mi? Ujar papi Radit.

" Kita dulu beda pi, gak kayak anak sekarang" kata mami Radit

Seperti itulah suasana keluarga Radit, semua terlihat hepi-hepi saja tanpa masalah. Pembicaraan pun tidak ada yang terlalu dibikin serius. 

Sehingga keluarga itu terlihat sangat harmonis, maminya pun sangat ngemong dengan anak-anaknya. Radit tidak pernah kehilangan suasana itu di keluarganya, sehingga memang tidak ada alasannya untuk murung hanya karena cinta. 

"Radit cengeng pi jadi cowok, ceweknya bertingkah dikit aja, dia udah uring-uringan" Mbak Laras buka rahasia Radit

"Benar Dit yang dikatakan mbakmu? Tanya mami Radit. 

" Ya maklum aja mi, akukan baru pertama kali pacaran, jadi ya gitu deh" Jawab Radit

Lihat selengkapnya