Kunikmati alunan lagu favoritku 'Surat Cinta untuk Starla' dari Virgoun biasanya aku terlarut dalam liriknya tapi kali ini tiba-tiba aku merasa tersindir, ironis memang. Dulu Kak Gibran yang mengkhianati hubungan kita dan sekarang apa yang kulakukan? Aku justru menemuinya tanpa sepengetahuan Kak Rendy. Dengan seenaknya pikiranku me-reply kisah cintaku bersamanya. Kuhela nafas panjang sembari memindai seluruh sudut kafe yang saat ini ternyata sudah banyak berubah.
Aku ikuti langkah kaki Kak Gibran menuju tempat yang dulu biasa kita gunakan untuk menghabiskan waktu bersama. Ternyata dia masih mengingat semua. Bahkan setelah kita duduk bersebelahan ia memesan menu favoritku, Mie ayam super pedas plus jus leci sedangkan dia memesan mie goreng cumi dan jus lemon.
Hening. Karena kita tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jangan tanyakan mengapa aku menjadi pendiam! Sejak dulu jiwa bar-barku seketika menguap entah ke mana setiap kali bersamanya.
Kembali kenangan itu mencuat begitu saja di benakku.
"Dek, kamu lagi dekat sama cowok ya? Cieee yang lagi kasmaran!" Goda Kak Lyla waktu itu.
"Apaan sih Kak, cuma teman aja kok!" Jawabku berusaha ngeles dengan wajah merona.
"Bisa aja ngelesnya, lah tiap malam yang nelponin siapa hayo?" Selidik Kak Lyla penuh penasaran.
"Dan kata teman Kakak!" Jeda Kak Lyla seraya menatapku dengan seringai aneh. "Mmm.. Milen pernah lihat kamu jalan sama cowok fakultas lain dari kampus Kakak!" Cecarnya dengan wajah serius penuh selidik.
"Alah Kak Milen pasti salah lihat orang, cowok yang deket sama aku anak SMA dekat sekolahku kok!" Elakku agar tak ada cecaran pertanyaan lagi, aku segera masuk ke dalam kamar meninggalkan Kak Lyla yang terlihat tak puas dengan jawabanku.
Selama ini aku sengaja merahasiakan hubunganku dengan Kak Gibran pada Kak Lyla dan kedua orang tuaku. Kakak selalu melarang keras aku dekat dengan anak kampusnya. Karena rasa sayangnya sifat protektif Kakak akan selalu menjadi tameng setiap kali ada teman kampusnya yang mencoba mendekatiku. Tanpa ada satupun yang tahu aku sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama Kak Gibran.
Dia adalah cinta pertamaku di masa putih abu-abu. Di mataku dia laki-laki sempurna dengan perawakan tubuh tinggi berkisar 180 cm, ukuran standar pribumi Indonesia dengan kulit putih bersih bahkan aku seperti moccacino bila sedang bersamanya karena kulitku yang berwarna sawo matang, hidungnya bangir, dan satu lagi yang selalu berhasil membuat hatiku luluh tak berkutik, tatapan teduh dan sikap tenangnya setiap kali kita bersama.
"Sudah lama kita tidak saling bertemu, nggak berasa hampir 3 tahun." Suaranya tiba-tiba membuyarkan lamunanku yang mengembara ke masa lalu.
"Aku sudah berulangkali mencoba mencari kabar tentang dirimu pada Febby sahabatmu tapi hasilnya nihil, dia malah marah dan menyuruhku berhenti untuk mencarimu," ucapnya lirih sambil menatapku dalam.
Meskipun aku tidak satu kampus dengan Febby aku masih aktif menjalin komunikasi dengannya, kadang kita masih hangout bersama di akhir pekan tetapi selama ini Febby tidak pernah bercerita kepadaku jika Kak Gibran pernah mencariku. Seandainya Febby jujur padaku pasti sekarang kita sudah berbaikan, masalahnya sekarang ada Kak Rendy di antara kita berdua. Aku memang belum mencintai Kak Rendy tetapi apakah adil jika aku menghianatinya?.