Padang, tahun 2005
Kehidupan terasa begitu berat bagi Namida. Selain terusir dari rumah, lelaki yang dia cintai pun, mencampakkannya laksana sampah yang tak berguna.
Sendiri luntang-lantung di jalanan kota Padang yang ramai oleh kendaraan. Dengan perut besar, tertatih-tatih mencari sekadar tempat untuk bernaung.
Tiada yang tersisa selain pakaian yang melekat di badan. Seminggu sudah dia mengemis dan memulung. Mencari sedikit uang untuk membeli nasi. Walau keberadaannya sering membuat orang tidak nyaman. Bukan saja karena tampilannya yang kotor, tapi juga dikarenakan perutnya yang membusung. Banyak prasangka, kalau dia mengidap penyakit mematikan.
Tiada yang simpati. Dia hanyalah salah satu dari butiran pasir tiada makna. Namida terus berjuang untuk hidupnya.
Sambil mengelus perutnya yang sudah membesar, dia berdoa di dalam hati, agar diberi kesempatan mengasuh calon bayi yang ada di dalam kandungannya.
Sudah cukup tangisan mengoyak matanya. Namida bertekad untuk membalaskan semua dendam yang kini mulai tumbuh. Terutama ke keluarganya sendiri yang mengusirnya dan membuatnya begitu terhina. Selanjutnya, Suryana, ayah dari jabang bayi yang dia kandung, akan membayar mahal semua ini. Tekad kuat itu begitu berapi-api.