Langit di luar jendela mulai berubah jingga, seperti terbakar perlahan. Tara memperhatikan perubahan warna itu sambil mengetuk-ngetukkan ujung bolpoinnya ke meja. Tiga puluh menit ia menunggu di depan ruang dosen pembimbing, tapi Arman belum juga datang.
Pintu terbuka mendadak.
“Maaf, ada rapat mendadak tadi,” ucap pria itu singkat, melemparkan pandangan sekilas padanya. Wangi aftershave lembut menyelinap di udara saat ia berjalan melewati Tara, membuka pintu ruangannya, lalu memberi isyarat untuk masuk.
Tara berdiri gugup, menyelipkan anak rambut yang jatuh ke depan telinga. "Tidak apa-apa, Pak," jawabnya pelan, lalu mengikuti masuk.