Rahasia Hati

Bentang Pustaka
Chapter #3

Cincin Perak Mahkota

Keyra memasuki kamarnya yang masih gelap. Tangannya meraih sakelar lampu dan menyalakannya. Sekejap lampu itu menerangi kamar Keyra yang bernuansa biru dan hijau sesuai kesukaannya. Namun, entah kenapa kali ini warna-warna itu sama sekali tidak menenangkan hatinya. Ia segera mengunci kamarnya. Malam ini Keyra tidak mau ada yang mengganggu dirinya.

Keyra melangkahkan kakinya menuju meja kayu di sudut kamar. Ia mengempaskan tubuhnya di kursi dan membiarkan tasnya tergeletak di dekat kaki meja. Tatapan matanya kosong. Tanpa sadar tangannya meraih kalung di lehernya. Perlahan, ia melepaskan kalung itu dari lehernya dan mengeluarkan sebuah cincin perak dari rantainya. Cincin itu tampak unik karena tidak seperti cincin biasa. Bentuknya seperti mahkota yang diperkecil seukuran lingkar jari manis.

Cincin perak berbentuk mahkota itu diberikan oleh sese­orang pada hari Valentine beberapa tahun yang lalu. Cincin itu selalu Keyra simpan meskipun pernah beberapa kali ia hampir membuangnya, semenjak kejadian itu. Kejadian yang membuat hatinya terluka dan meninggalkan lubang yang dalam di hati­nya. Namun, Keyra merasa tidak tega untuk membuang cincin perak tersebut. Bagaimanapun, cincin itu menyimpan banyak kenangan antara dirinya dan dia.

Sama seperti topik siarannya di acara Two Nights tadi, Keyra juga sedang merasakan kehilangan. Walaupun sudah hampir dua tahun berlalu, perasaan Keyra masih belum berubah.

Keyra mengembalikan cincin perak itu kembali ke rantai kalungnya. Tangannya beralih membuka laci meja. Matanya ter­tuju pada sebuah pigura yang disimpan di dalamnya. Ragu, Keyra mengambil pigura yang memuat foto bergambar dirinya dan seorang laki-laki. Laki-laki dalam foto itulah yang telah berhasil membuat sebuah lubang besar di hatinya dan membuatnya merasakan kehilangan yang teramat sangat.

Brannon.

Dia adalah laki-laki yang tega melukai perasaan Keyra. Namun, alih-alih membencinya, Keyra justru tidak bisa melupakan Brannon. Hampir setiap saat bayangan Brannon selalu menghantui Keyra. Padahal, Brannon sudah menghancurkan perasaan Keyra, merusak kepercayaannya terhadap lelaki yang sangat dicintainya.

Keyra mengelus-elus foto tersebut dengan tatapan nanar. Keyra tidak mengerti apa yang salah di antara mereka sampai-sampai ia harus menghadapi kehilangan ini. Hatinya terasa remuk jika teringat masa lalunya bersama Brannon. Ia sering ber­andai-andai jika saja waktu bisa diputar ulang. Namun, sega­lanya sudah berlalu. Keyra tidak bisa kembali ke masa lalu meski hanya sedetik sekalipun.

Betapa aku merindukanmu, Brannon. Kamu tahu itu? ucap Keyra dalam hati. Memang benar adanya, bahwa tidak semua cerita cinta seperti dongeng Putri Salju, yang akan berakhir de­ngan indah. Buktinya, kisah cinta Keyra hanya terasa indah pa­da awal, tetapi berakhir dengan kepedihan.

Langit sudah gelap, Keyra menyetir mobilnya melewati jalanan sepi tidak jauh dari kampusnya. Hujan rintik-rintik sisa hujan deras sore tadi membuat udara menjadi dingin, ditambah lagi AC mobil yang menyala. Keyra merapatkan jaket almamaternya. Kalau saja ia tidak perlu mengurus acara inaugurasi fakultas yang akan diadakan minggu depan, pasti saat ini ia sudah tidur di rumah.

Tidak berapa lama, Keyra merasa ada yang tidak beres de­ngan mobilnya. Kemudinya terasa lebih berat. Akhirnya, Keyra pun menepikan mobilnya untuk mengecek apa yang terjadi. Beruntung hujan deras telah berganti gerimis dan masih ada penerangan di jalanan yang sepi itu sehingga Keyra merasa berani untuk keluar dari mobil.

Ternyata dugaan Keyra benar. Ban kanan bagian depan mobil Keyra kempis. Dengan sebal, Keyra berusaha mencari nomor telepon bengkel yang sudah menjadi langganan papanya. Namun, bengkel itu harus tutup lebih awal karena banjir. Andaikan ada orang yang lewat, pasti Keyra sudah minta bantuan. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang lewat. Mau tidak mau Keyra yang harus bersusah payah mengganti ban mobil sendiri.

Saat akan mengambil perkakas untuk mengganti ban di ba­gasi, sebuah mobil berhenti di belakang mobil Keyra. Agak takut, Keyra terdiam di samping mobilnya. Seorang pria men­dekati Keyra yang masih terdiam seperti patung.

“Ada apa?”

Keyra mengerling ke arah ban mobilnya yang kempis. Pria tersebut menoleh ke arah yang dimaksud Keyra dan ia pun langsung mengerti. “Biar aku bantu. Ada gantinya, kan?”

Dengan sigap pria tidak dikenal itu mengambil ban dan dongkrak yang ada di bagasi mobil Keyra.

Selama pria itu mengganti ban, Keyra mengamatinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Walaupun hanya ada cahaya lampu yang temaram di pinggir jalan, ia masih bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Pria itu terlihat menawan dengan rambutnya yang sedikit basah karena gerimis. Keyra sendiri menutupi kepalanya dengan kedua tangannya agar kepalanya tidak basah.

“Makasih,” ucap Keyra canggung.

Senyum pria itu melebar. Keyra baru sadar bahwa pria itu cukup tinggi.

“It’s alright.” Lalu, pandangannya mengarah ke jaket almamater yang dikenakan Keyra. “Lho, kita sekampus, ya?”

Keyra tidak tahu harus bereaksi apa selain mengangkat kedua bahunya.

“Aku Brannon,” ujar pria itu.

“Keyra.”

“Oke. Emmm ....” Brannon menatap langit yang kembali gelap. Tampaknya hujan akan kembali turun. “Kayaknya hujan makin deras. Kamu masuk mobil, deh. Semoga bisa ketemu kamu lagi, ya, di kampus.”

Seperti kerbau dicucuk hidungnya, Keyra hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti ucapan Brannon untuk masuk ke mobil. Saat mobil melaju, Keyra masih melihat Brannon yang berdiri di tempat yang sama sambil menatap kepergiannya. Tanpa Keyra sadari, wajahnya sedikit memanas dan tersenyum malu-malu.

Ada cowok seganteng itu di kampus, kenapa aku nggak tahu?

Keyra bertemu lagi dengan Brannon saat dirinya dan Tania sedang belajar bersama di perpustakaan hingga sore hari. Saat itu Brannon juga sedang belajar di sana. Di perpustakaan itu terdapat satu sudut yang seluruh mejanya memiliki sekat sehingga para mahasiswa bisa lebih fokus sewaktu belajar. Keyra dan Tania mengambil tempat favorit mereka. Sebuah meja yang terletak di dekat jendela besar yang langsung menghadap ke arah taman belakang kampus. Pada sore hari seperti itu, sinar matahari sore sering kali masuk menembus kaca.

Di seberang meja Keyra ada seorang lelaki yang menundukkan wajahnya sembari membaca buku dan sekali-kali menuliskan sesuatu di kertas. Di dekat kaki kursi laki-laki itu tergeletak sebuah tas hitam dan beberapa file. Saat Keyra dan Tania sudah mulai lelah belajar, mereka berdua membereskan barang-barang mereka ke dalam tas. Ternyata, laki-laki yang berada di seberang meja Keyra juga sedang membereskan barang-barangnya. Pada saat bersamaan, Keyra, Tania, dan lelaki itu berdiri. Betapa terkejutnya Keyra saat mendapati Brannon ada di hadapannya.

“Eh?” Hanya itu yang keluar dari mulut Keyra. Tanpa sadar wajahnya berubah memerah. Tania sadar akan perubahan ekspresi Keyra. Ia menundukkan kepalanya untuk menahan tawa.

“Hai, Key! Belajar di sini juga, ya?” tanya Brannon sambil berbisik. Sadar bahwa mereka masih di perpustakaan.

Lihat selengkapnya