(Hari Pertama Masuk ke Pesantren)
“Jika cinta itu memang untukmu, maka ia akan hadir lewat doa, lewat waktu, dan lewat restu.”
Senin, 17 Juli 2025, Pondok Pesantren Nurul Qodir.
Halaman pondok tampak ramai oleh para santri yang baru masuk. Mereka diantar oleh orang tua masing-masing untuk mendaftar ulang.
Para santri baru yang rata-rata berusia antara dua belas dan tiga belas tahun itu terlihat sangat antusias saat pertama kali mereka masuk ke asrama, terutama santri putri kelas tujuh.
Mereka semua kemudian disambut dengan ramah oleh dua orang santri putri senior yang merupakan salah satu pengurus di pondok tersebut.
"Salam kenal semuanya, saya Kak Shihah dan ini teman saya Kak Naura. Kami berdua yang akan memegang uang jajan kalian, jadi kalau kalian mau jajan, minta uangnya sama kita, ya!" kata santri putri berhijab hitam itu sambil tersenyum hangat.
"Iya, Kak!" Para santri putri baru menjawab dengan kompak.
Orang tua mereka pun kemudian satu per satu menitipkan uang jajan anak-anaknya, kepada kedua santri putri senior tersebut.
Sementara itu, para santri putri baru sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam lemari yang sudah disiapkan oleh pihak pondok pesantren.
Mereka dengan semangat merapikan semua barang yang dibawa dari rumah, sambil sesekali berinteraksi dengan santri lain.
"Hay, aku Kirana. Nama kamu siapa?" Seorang santri memberanikan diri mengajak santri lain untuk berkenalan.
"Aku Azkiya Sufna Alhusna. Panggil aja Azkiya, tapi kalau mau manggil aku Ayu Ting Ting juga enggak apa-apa," cetus santri yang memiliki lesung pipi tersebut.
Kirana pun tersenyum kecil. "Aku panggil kamu Azkiya aja, ya."
"Iya, terserah kamu aja." Azkiya mengangguk sambil tersenyum.
Kemudian, tiba-tiba ada santri putri lain yang menghampiri mereka berdua. "Pe–permisi, na–nama a–aku Sa–Sa—"
"Sambalado, ya!" tebak Azkiya. Lesung pipinya terlihat jelas, meskipun sedang tersenyum kecil.
"Bu–bukan, tapi Sa–Sa—"
"Saodah, ya?" Kirana juga ikut menebak.