Rahasia Hati Seorang Wanita

Sarah Teplaka
Chapter #1

Rindu Fatamorgana #1

Rintik hujan menemani seorang perempuan muda yang memegang segelas kopi panas erat, paras cantik nan rupawan tengah menunggu seseorang dengan perasaan campur aduk yang sedari tadi bergelora di dalam dada.

Hiruk pikuk suasana sore selepas guyuran hujan ditambah kerlap-kerlip lampu-lampu jalan ditengah kota menambah syahdu malam itu. Hembusan napas yang awalnya terdengar lembut dan pelan mendadak berubah berat, jantung yang berdegup kencang tak karuan melanda seorang Nadia Lesmana.

Nadia merogoh telepon genggam miliknya yang ada di dalam tas ransel hitam, pandangan matanya tak percaya dengan angka yang ditunjukkan disana. Nadia kembali meletakkan telepon genggam perlahan ke dalam tas miliknya itu, dia mengangkat kepalanya seraya memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di depan kafe.

Lantunan lagu malam itu membuat Nadia semakin tak karuan, lagu kerinduan diputar ditiap sudut kafe itu akan mengecil Nadia ditengah luasnya kafe itu. Suara riuh para pengunjung seakan-akan memojokkan dirinya disudut dan tak membiarkan dirinya bebas.

Dua jam sudah Nadia menanti kehadiran seorang wanita yang telah lama tak dia temui hampir lima tahun belakangan ini, hati mulai tak karuan disertai otak yang terus menyusun adegan-adegan yang tak Nadia harapkan akan terjadi hari ini. Potongan-potongan gambar muncul di dalam benaknya.

Tuduhan demi tuduhan akan tindakannya hari ini muncul entah dari mana asal muasal namun Nadia hanya berharap kerinduan fatamorgana ini tak membuatnya menyesal dengan tindakannya malam ini.

Ting...

Pintu kafe terbuka, wanita berumur lebih dari setengah abad berjalan tergopoh-gopoh dengan napas yang kembali dia atur perlahan seraya berjalan mendekati Nadia.

"Kamu sudah lama menunggu ya, Nad?" tanya wanita yang tersenyum lebar dengan pinggiran mata yang basah.

"Oma," panggil Nadia kepada wanita yang memakai terusan marun itu.

Nadia segera berdiri lalu memeluk wanita yang dia panggil oma itu dengan erat. Rasanya Nadia ingin memutar kembali waktu yang telah dia habiskan untuk menunggu dengan pelukan hangat yang sudah lama tak dia dapatkan. Air mata membanjiri pertemuan cucu dan oma itu, seraya melepaskan pelukan mereka. Mulut mereka seakan terkunci saat mereka saling memandang wajah yang sudah lama tak mereka lihat.

Nadia segera menuntun Diana untuk duduk di bangku kafe itu.

Mata Nadia tak henti menitikkan air mata seraya menggenggam erat tangan Diana.

"Oma pasti kesulitan ya. Oma kesini sendirian atau sama?" tanya Nadia khawatir.

Diana menggelengkan kepalanya. Tangan Diana memegang erat tangan cucu yang telah pergi meninggalkan dirinya lima tahun lalu. Diana mencoba tersenyum bahagia walau air matanya tak berhenti berderai.

"Kita pulang ya."

Nadia mematung begitu mendengar ucapan Diana itu. Nadia tak berharap Diana akan mengucapkan kata-kata itu disaat pertemuan mereka hari ini. Nadia hanya ingin melepas rindu saja namun untuk kembali pulang ke rumah yang telah dia tinggalkan lima tahun yang lalu, tidak.

Tak pernah sedetik pun, Nadia menyesali keputusan yang dia buat kala itu.

Nadia melepaskan genggaman tangannya itu.

Gelengan kepala perlahan begitu jelas terlihat. Penolakan Nadia membuat Diana sedih, air mata bahagia berubah menjadi air mata duka.

"Oma sudah kangen sama kamu, Nad. Kita pulang ke rumah ya."

Nadia mengelengkan kepalanya seraya berkata, "Nadia juga kangen sama oma tapi Nadia engga bisa pulang sama oma hari ini."

"Ayolah, Nad," pinta Oma sekali lagi kepada cucu tersayangnya itu.

Nadia meraih tas ransel yang terduduk rapi di bangku dengan cepat lalu membalikkan badannya.

"Terima kasih oma sudah mau datang kesini, itu mengobati rindu Nadia tapi maaf Nadia tidak pernah berniat untuk pulang ke rumah."

Lihat selengkapnya