Sebuah mobil dengan model kuno meluncur pelan menuju sekolah berasrama White Sun. Seorang laki-laki dan wanita berusia tiga puluhan keluar dari mobil. Mereka membimbing masuk seorang gadis berambut pendek yang berseragam biru dengan pita baju merah ke sekolah tersebut. Pandangan mata gadis itu terlihat kosong dengan raut wajah yang murung. Tubuhnya kurus dan tinggi. Dia Rayne Holland, murid pindahan yang akan bersekolah di White Sun.
Tiga gadis cantik, Elaine, Sally dan Arabella memandang Rayne heran.
“Ih, orang miskin, ya?” Sally bergidik. “Kayaknya enggak pernah makan!” sambungnya ketika melihat perut Rayne yang tipis.
“Kenapa, sih, dia masuk ke sekolah ini? Sekolah ini, kan, elegan!” protes Elaine, gadis Prancis, dengan ketusnya.
“Dia buta, ya? Ih, kotor lagi!” Arabella memperhatikan mata Rayne baik-baik. Diperhatikan pula penampilannya yang lusuh.
Untung saja Miss Priscilla, Kepala Sekolah White Sun, datang dan menghentikan tiga gadis penggosip itu.
“Rayne, semoga kamu senang di sini. Kami tinggal dulu, ya!” ucap mama sambil menggenggam tangan Rayne. Papa dan mama mengucapkan selamat tinggal, lalu pergi. Miss Priscilla membimbing Rayne ke ruang bermain.
“Rayne Sayang, semoga senang, ya, tinggal di asrama ini. Papa dan mamamu berharap agar kamu bahagia di sini dan memiliki sahabat yang baik.” Miss Priscilla berkata lembut.
Rayne tersenyum dan mengangguk-angguk.
Mereka sampai di ruang bermain. Suara ribut sekali. Rayne tidak biasa dengan situasi seperti itu. Semua terpaku begitu melihat gadis kurus berambut pendek dengan pandangan aneh dan muka yang murung.
“Anak-Anak ... ini teman baru kalian. Namanya Rayne Holland. Rayne baru saja mengalami kecelakaan, sehingga penglihatannya terganggu dan sekarang dalam pemulihan. Diharapkan kalian bisa berteman dan membantunya. Chisey ... kamu ketua kelas, tolong dibantu ya, agar Rayne bisa berteman dengan yang lainnya!” perintah Miss Priscilla kepada Chisey Rolland.
Chisey mengangguk dan mengajak Rayne bermain bersamanya.
“Namaku Chisey Rolland. Aku, Ketua Kelas!” Chisey memperkenalkan dirinya.
“Halo!” salam Rayne berusaha tersenyum. “Oh ya, aku bawa permainan dari rumah. Aku mau menyimpannya di sini. Ini!” sambung Rayne sambil mengeluarkan dari tasnya, lalu mencaricari rak permainan untuk disimpan di sana. Tibatiba dia menyenggol dan menjatuhkan boneka porselen milik Elaine.
“Hah! Itu bonekaku dari Prancis. Untung tidak pecah!” ketus Elaine hampir menangis.
Chisey membantu Rayne untuk mengembalikan boneka Prancis milik Elaine ke tempatnya.
Ada satu anak bernama Angela Victor dengan rambut yang indah dan tubuh tinggi langsing. Tapi, wajahnya masam. Tampaknya Angela tidak mempunyai sahabat.
“Angela, jangan mojok di situ terus! Aku harap kamu bisa bersahabat dengan Rayne!” pinta Chisey.
Angela yang pendiam itu berjalan menuju Rayne.