Rahasia Keluarga Terlarang

Triboy Mustiqa
Chapter #2

2. Terbakar

Nurhayati terkejut, ketika di subuh buta pintu rumahnya diketuk. Tidak bisa menebak, siapakah gerangan yang bertamu di saat azan subuh baru saja selesai dikumandangkan.

Dengan kaki tertatih dan badan sedikit terbungkuk, perempuan tua itu berjalan menuju pintu. Melepas palang kayu dengan hati-hati. Rumah tua dan terlihat uzur dimakan zaman itu mengeluarkan bunyi derit ketika pintunya dibuka.

"Ibu ...."

Siluet hitam seorang perempuan membuatnya berpikir cepat, kalau yang ada di depan dan memeluknya saat ini adalah Hamidah, buah hati tercinta.

"Hamidah?" Nurhayati merenggangkan sedikit pelukan. Heran melihat anaknya pulang sambil menangis. Mata tuanya berusaha melihat dengan jelas wajah Hamidah.

"Ampunkan Hamidah, Bu. Ampunkan anakmu yang kotor ini. Hamidah tidak tahu harus ke mana lagi mengadu. Hamidah tidak tahu lagi harus pulang ke mana. Tolong Hamidah, Bu."

Istighfar digaungkan berkali-kali di dalam hati Nurhayati. Berharap kalau semua yang ia lihat dan dengar adalah mimpi.

"Masuklah dulu, Nak. Masuklah. Tenangkan dirimu. Ibu ... ambilkan air minum, ya?"

Hamidah dipapah menuju ranjang kayu yang biasa digukan ibunya untuk tidur. Menangis terisak-isak.

Sementara itu Arif hanya bisa berdiri di depan pintu. Bingung harus melakukan apa. Namun, dia tidak mungkin berlama-lama di kampung orang. Segala sesuatu bisa saja terjadi. Apalagi dia merasa perempuan yang ia tolong pasti ada kenapa-kenapa.

Berpikir sampai di sana, ia mendekati Hamidah dengan cepat. "Maaf, aku tidak bisa lama-lama. Barang-barangmu kutaruh di sini. Aku harus pamit. Maaf, kalau aku tidak bisa membantu lebih banyak."

Hamidah tidak menjawab. Arif pun tidak berniat menunggu lebih lama. Segera ia keluar dari rumah dan selanjutnya meninggalkan rumah Hamidah secepat yang ia bisa.

"Minum, Sayang?"

Secangkir teh hangat disodorkan ke depan wajah Hamidah. Perempuan itu menerimanya dan menyesapnya dengan pelan.

Dengan penerangan lampu lima watt, Nurhayati memperhatikan wajah Hamidah dengan saksama. Terlihat bengkak di bagian mata, bibir pecah, dan memar-memar di bagian pelipis.

"Siapa yang tega menyakitimu, Nak? Katakan sama ibu. Siapa?"

Lihat selengkapnya