Rahasia Keluarga Terlarang

Triboy Mustiqa
Chapter #4

4. Arif

Jeritan binatang malam berlomba-lomba dengan deru napas Waluyo yang terengah-engah. Dia menatap gelapnya langit yang tanpa satu pun bintang menghiasi. Gemuruh angin seakan-akan hendak membawa segerombolan badai yang bersiap memporak-porandakan bukit di mana sekarang Waluyo berada.

"Inikah hukuman untukku, Tuhan? Kau ambil istriku setelah aku baru saja menghabisi nyawa Hamidah. Inikah balasan atas dosa-dosaku? Kenapa Engkau sekejam itu, Tuhan?" Waluyo menjambak rambut di kepalanya dengan perasaan campur aduk. Air mata tidak terbendung, membasahi pipi tirusnya.

Kepongahan dan kesombongan beberapa jam yang lalu ia perlihatkan, tumbang dalam sekejap ketika mendapat kabar dari ayah mertuanya kalau istri yang sangat ia cintai sedang berada di ujung maut.

Semua orang yang berada di alun-alun Balai Desa sontak berbisik-bisik mendengar kabar yang dibawa lelaki tua itu.

Kepala Kampung dan beberapa pengawalnya tidak buang tempo. Segera membawa Waluyo menuju rumah sakit yang jaraknya hampir satu jam perjalanan dengan mobil.

Tak henti-henti ia berdoa. Berharap istri dan anaknya baik-baik saja. Keresahan dan rasa khawatir memenuhi hatinya.

Namun, sesampainya di rumah sakit, Waluyo hanya bisa berdiri nanar. Tidak percaya ketika melihat istri tercinta sudah ditutupi kain putih.

"Maafkan, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Istri Bapak tidak bisa kami selamatkan." Ucapan Dokter bagai palu godam yang dipukulkan ke kepalanya. Telinganya terasa berdenging. Pikirannya berputar, lalu ambruk tidak sadarkan diri.

Kepala Kampung selaku kakak Waluyo tidak bisa berbuat banyak. Namun, ia masih menyempatkan diri menjenguk keponakannya yang terbaring di dalam box inkubator. Bayi laki-laki. Terlihat gemuk dan sehat.

"Ya Allah, inikah karma yang harus diterima oleh Waluyo?" Mata Kepala Kampung basah seketika.

Malam itu juga mereka segera membawa mayat istri Waluyo pulang. Sementara Waluyo seakan-akan tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut. Masih terbayang-bayang bagaimana istrinya sore itu masih ceria dan sehat. Sekarang sudah menjadi mayat, dingin dan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.

Waluyo bahkan berlari keluar dari rumah. Seperti orang gila, berteriak dan menangis sepanjang jalan menuju Bukit Rendah yang biasa ia gunakan untuk menyepi.

Di sinilah ia sekarang. Di antara kepungan badai yang menggila. Berkali-kali angin menumbangkannya ke tanah. Berkali-kali juga ia coba untuk bangkit. Namun, kekuatan alam memang tidak biasa ia lawan. Waluyo membiarkan dirinya tergeletak di tanah dengan hujan yang mulai tercurah.

Terbayang-bayang di matanya bagaimana ia membakar rumah Hamidah. Terdengar kencang jeritan bayi Hamidah ketika ia pikir ikut terbakar.

"Betapa jahatnya aku sebagai manusia. Betapa kejamnya aku sebagai pria. Sanggupkah aku menjalani hidup tanpa istri yang sangat kucintai? Sanggupkah aku membesarkan bayi itu sendirian?" Waluyo membiarkan pikirannya menerawang tak tentu arah. Membiarkan hujan terus mencucukkan hawa dingin ke tubuhnya. Gigil dalam sekejap mengambil alih. Namun, Waluyo tidak peduli. Baginya saat ini, kehidupan bahagianya lenyap sudah. Yang tinggal hanya sejuta kenangan dan terlalu sakit untuk dikenang.

"Bayi itu! Bayi laknat itu telah membunuh istriku. Bukankah sudah berkali-kali kubisikkan agar ia menjaga ibunya? Bukankah sudah ribuan kata kuteriakkan agar ia tidak menyakiti ibunya? Awas saja! Aku akan buat dia menderita karena telah membunuh wanita yang kusayang!" Berpikir sampai di sana, Waluyo mengepalkan tinju. Menguatkan hati agar mampu kakinya menginjak tanah. Di antara badai dan petir, ia melangkah kembali pulang.

***

Kejadian di rumah sakit, tanpa disadari oleh Waluyo dan Kepala Kampung, di ruangan yang bersebelahan dengan istrinya Waluyo, Hamidah sedang dalam penanganan dokter. Wanita itu kehilangan banyak darah. Namun, Dokter berusaha sekuat tenaga. Apalagi stok darah sesuai golongan darah Hamidah cukup banyak tersedia. Berbeda dengan istri Waluyo yang berdarah AB, begitu susah untuk didapatkan. Sehingga akhirnya wanita malang itu meninggal dunia.

Lihat selengkapnya