Pagi di kantor terasa seperti sebuah panggung yang disiapkan untuk sandiwara yang sama setiap hari. Lintang masuk dengan langkah pasti, rambutnya yang lurus disembunyikan rapi di balik hijab segiempat berwarna dusty pink. Ia menyapa beberapa rekan kerja dengan senyum profesionalnya yang sudah terlatih. Di samping mejanya, Shinta, seorang desainer junior yang baru bergabung enam bulan, sedang sibuk menata meja kerjanya.
“Pagi, Mbak Lintang,” sapa Shinta dengan suara ceria. “Fresh banget hari ini, Mbak. Pinky pinky gimana gitu.”
“Pagi, Shin,” balas Lintang, tersenyum tipis sambil menyentuh ringan ujung hijabnya. “Makasih Shin. Padahal ini hijab lama loh, jarang dipake aja.”
Di kubikel seberang, Rian menoleh sekilas, memperhatikan obrolan basa basi dua wanita di pagi hari. Dibandingkan Lintang yang selalu terlihat tenang dan rapi, penampilan Rian selalu sama: kemeja lengan panjang dan celana bahan yang disetrika sempurna. Rian adalah tipe orang yang percaya bahwa hidup harus terstruktur. Baginya, spontanitas adalah sinonim dari kekacauan, dan itu yang membuatnya sering kali beradu argumen dengan Lintang yang lebih fleksibel. Lintang, sebaliknya, menganggap Rian kolot dan terlalu kaku.
"Gimana meeting kemarin sama Bu Ningsih? Lancar, Mbak?" celetuk Shinta polos.
"Alhamdulillah, lancar dong Shin," jawab Lintang sambil tersenyum. “Oh, iya aku ada revisi, udah aku share di folder ya. Minta tolong kamu renderin ya, Shin.”
“Oke siap, Mbak Lin.” Jawab Shinta, matanya fokus pada layar komputer, mencari folder yang dimaksud.
Rian berdeham dari kursinya, "Tang, udah diinfo Pak Hendra?." Tanyanya, suaranya terdengar jelas.
“Soal apa ya?” Tanya Lintang balik, mengerling sekilas ke arah Rian.
Rian berdiri mencoba alihkan perhatian Lintang. “Gue harap lo tetep fokus ya, Tang. Sebentar lagi ada Klien baru yang mau masuk. Pak Hen mau lo yang handle.”
“Gak bisa, gue mau cuti.” Jawab Lintang santai. Tangannya masih membagi fokus antara keyboard dan mouse, menari-nari di kanvas SketchUp di layar komputernya.
“Gue gak mau tau, itu hak lo buat cuti. Tapi lo juga yang harus ngadepin Pak Hendra. Gue gak mau kalo jadi gue yang ribet nanti.”