Sore ini Via sedang tak ingin berhadapan dengan Bunda. Hingga sepulang sekolah Via menghubungi Bunda untuk meminta izin pulang terlambat. Via beralasan akan mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya. Walau kenyataannya Via tidak mengerjakan tugas kelompok, Via menghabiskan waktu di taman masa kecilnya. Taman dimana Via menangis jika terluka dengan ketidakadilan Bunda, Taman dimana Via menemukan sosok Raka. Raka pangeran kecilnya juga pelindungnya. Sudah hampir 10 tahun Via kehilangan Raka, Raka menghilang tanpa pesan. Membuat Via sangat merindukan sosoknya. Raka yang membuat senyum manis Via mengembang kembali. Raka yang selalu menghapus air matanya. Raka yang tak pernah berhenti berkata “jangan nangis Via, Raka pasti temenin Via”. Raka yang selalu membuatkan bintang dari kertas origami.
Semua kenangan tentang Raka memenuhi pikiran Via. Membuat air mata Via mengalir membasahi pipinya. Via berharap Raka tak pernah melupakannya, dimana pun dia berada. Via larut dalam kenangan masa kecilnya, hingga tak menyadari jika ada seseorang yang sejak tadi duduk disampingnya. Hingga sebuah uluran tangan dengan sebuah saputangan mengembalikan Via dari dalamnya kenangan tentang Raka.
“Makasih.” Kata Via sambil mengambil saputangannya dan segera menghapus air mata yang telah membasahi pipinya.
“Lagi sedih?” Tanya cowok di samping Via yang kembali fokus dengan pemandangan di hadapannya.
“Enggak.” Via menjawab dengan gugup. Via belum pernah melihat cowok ini sebelumnya. Padahal Via sering menghabiskan waktu di taman ini jika sedang tak memiliki energi untuk menghadapi Bunda.
“Lu baru ya disini?” Tanya Via sambil mengembalikan saputangannya.
“Buat lu aja.” Kata cowok itu ketika Via ingin mengembalikan saputangannya. Mendengar perintahnya, Via kembali menggenggam saputangan itu.
“Lu baru disini?”
“Enggak juga.” Mendengar jawabannya, Via sedikit bingung. Via memutuskan untuk memperkenalkan dirinya.
“Gue Olivia, biasa dipanggil Via.” Via berkata sambil mengulurkan tangannya.
“Gue Raka.” Jawabannya sambil menjabat tangan Via. Mendengar jawabannya, seketika hati Via berdetak sangat kencang dan tak berirama. Wajahnya pucat dan nafasnya tak beraturan.
“Raka.” Gumam Via sambil terus memandang cowok yang duduk disampingnya lekat-lekat. Mencoba memastikan apa Raka yang ada di hadapannya adalah Raka pangeran masa kecilnya.
“Kenapa lu?” Raka bertanya pada Via yang terlihat sangat aneh memandangnya.
“Lu Raka?”