Sejak kepergian Raka, Via kembali dalam dunia nyata. Kembali dengan kekecewaan atas takdirnya. Via merasa semua hal yang dia suka akan meninggalkannya. Mungkin memang sudah suratan takdir pada hidupnya untuk tetap berada disini, menumpuk kekecewaan yang terus hadir.
Hari ini Via memilih untuk berdiam diri di kamar setelah pulang sekolah. Via sengaja mengunci pintu kamarnya. Via sedang tak ingin mendengar kata-kata Bunda yang terus membandingkan dirinya dengan Ve. Dua hari yang lalu Ve terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti Olimpiade Sains dengan 2 temannya. Dan dari 2 hari yang lalu telinga Via terus mendengar kata-kata Bunda yang begitu bangga dengan Ve. Yang membuat Via kesal, Bunda terus membandingkan Via dengan Ve. Namun ketika Via menjadi juara lomba puisi tingkat nasional atau ketika Via menjadi juara lomba debat bahasa Inggris tingkat provinsi, Bunda tak bergeming. Sekedar kata selamat pun tak pernah terucap dari bibir Bunda. Dan rasa kecewa Via memuncak ketika Via membawa piala juara karya tulis nasional, Bunda tak peduli. Untuk memandang piala yang Via bawa saja Bunda tak mau, apalagi berharap Bunda menjadi bangga dengan Via.
Via tenggelamkan wajahnya dalam-dalam pada bantal love kesayangannya. Via berharap dia bisa terlelap sesaat untuk mengistirahatkan telinga dan hatinya. Namun harapan Via sia-sia, dia tetap terkungkung dalam rasa kecewanya. Sehingga matanya tak bisa membantunya untuk mengistirahatkan hatinya. Matanya terus terjaga hingga suara ketukan pada pintu kamarnya menghentikan usahanya.
“Tok.... Tok..... Tok....”
“Via.....” Suara seseorang yang berada dibalik pintu, suaranya sedikit berbisik. Via yakin itu bukan Bunda.
Dengan sedikit memaksakan diri, Via beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah perlahan menuju pintu kamarnya. Via yakin yang berada dibalik pintu kamarnya Ve. Cuma Via tak mengerti maksud Ve mencarinya.
“Ada apa?” Tanya Via setelah membuka pintunya dan menemukan Ve berdiri di hadapannya dengan wajah yang gelisah.
“Tolongin aku dong Via!” Jawab Ve dengan mimik wajah panik.
Pasti mau kabur dari tanggung jawab, batin Via yang melihat kepanikan Ve.
“Tolongin apa?”
Tanpa banyak kata Ve menunjukkan sesuatu yang dia pegang dan dia sembunyikan di belakang tubuhnya. Via terkejut ketika melihat tablet Bunda berada di tangan Ve dalam keadaan pecah layarnya.
“Kok bisa?!”
“Tadi aku enggak sengaja.” Penjelasan Ve terhenti, Ve terdiam wajahnya semakin pucat. Membuat Via tak sanggup menolak permintaannya.
“Enggak sengaja gimana?” Tanya Via yang tak sabar mengetahui kejadian sebenarnya.
“Tadi aku pinjam tablet Bunda buat browsing. Aku lupa kalau tabnya aku taruh dilantai.” Ve kembali terdiam dan mencoba mengatur detak jantungnya dengan menghirup nafas dalam-dalam.