YOGYAKARTA, 2024
“Menulis memang tidak mudah, kan? Aku tahu kamu masih muda. Tidak banyak remaja tujuh belas tahun yang mampu menerbitkan buku. Novel pertama kamu telah berhasil menjadi best seller. Aku mengerti kalau kamu mungkin kesulitan untuk mengejar pencapaian yang sama. Namun, Oxa, plagiarisme itu selamanya tidak bisa dibenarkan. Naskah yang kamu kirimkan itu telah terbit di penerbit lain. Cerita yang sama, judul yang sama, tapi penulis yang berbeda. Aku akan memakluminya karena kamu masih muda. Jadikan ini pelajaran, ya? Lain kali tolong lebih berhati-hati. Aku berusaha untuk tidak memberitahu yang lain. Usia dan karirmu masih belia dan aku tahu kamu berbakat. Kejayaanmu tidak boleh surut begitu saja. Aku harap kamu tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku akan menunggu karya orisinal yang lain.”
Oxa mendengarkan seseorang yang bicara via ponsel yang tergeletak di tempat tidur. Beberapa saat lalu dia tidak sanggup lagi menggenggamnya setelah mendengar penolakan akan naskahnya yang telah ia tulis selama tiga bulan lebih. Dering ponsel yang ia dengar sepulang sekolah memberinya banyak harapan akan tujuan masa depannya. Namun, harapannya seketika dipatahkan oleh penolakan dan alasan-alasan yang sulit dipercaya. Plagiarisme? Cerita yang sama dan judul yang sama? Bagaimana bisa? Oxa bersumpah bahwa dia menulis dengan usahanya sendiri bahkan sampai mengorbankan waktu belajarnya.
Oxa tidak sekuat itu untuk tidak menangis. Masih dalam balutan seragam putih abu-abu, dia menangis tersedu di lantai kamar. Dia merasa karyanya telah dicuri sebelum terbit. Siapa penulis itu? Bagaimana bisa karyanya sama persis dengan miliknya yang telah ia tulis sepenuh hati? Setelah menuntaskan tangis, Oxa memutuskan mencari tahu lewat internet. Dia mengetik judul novel karyanya dan menemukannya.
Topi Kertas Lima Bersaudara oleh Milenia.
Milenia? Siapa Milenia? Yang lebih mengejutkan lagi, novel tersebut telah terbit pada tahun 1995 dan menjadi best seller pada masanya. Bagaimana bisa Oxa tidak tahu? Oxa suka membaca, tapi tidak pernah tahu bahwa ada novel yang sangat mirip dengan miliknya. Oxa terus berselancar internet di ponselnya. Di kolom gambar dia menemukan beberapa kutipan dan seluruh kutipan yang ia temukan, dia sangat yakin bahwa semua itu adalah miliknya. Dia bahkan masih ingat dengan jelas atas dasar apa dan bagaimana dia menulis setiap kutipan-kutipan yang ternyata telah tersebar luas di internet. Oxa terus berseru dan mengamuk dalam batin.