Rahasia Perpustakaan Magenta

Lukita Foggy
Chapter #16

Peta Cahaya

Oxa menatap Milenia dengan tatapan yang sukar dijelaskan—bukan lagi sekadar marah atau kecewa, tetapi lebih kepada kehampaan yang baru mulai terisi dengan sesuatu yang ia belum sepenuhnya pahami. Di antara tumpukan buku di Perpustakaan Magenta, mereka berdiri dalam diam, hanya suara gesekan kertas yang tersentuh angin yang terdengar.

"Kenapa?" suara Oxa pecah, parau, seolah kata itu harus mendobrak dinding yang begitu lama mengungkungnya.

Milenia menggigit bibirnya, seakan menimbang jawaban yang paling bisa ia berikan. "Karena aku harus tahu," katanya akhirnya, suaranya lebih mirip bisikan. "Aku harus tahu apa yang membuat lorong waktu dari masamu datang padaku. Apa yang membawamu ke sini... dan mengapa Ragnara bilang begitu."

Oxa mengernyit. Monster-monster yang seharusnya tidak nyata, kini berkeliaran di Perpustakaan Magenta, mengintai dari bayangan rak buku yang menjulang.

"Kau mencuri naskahku hanya untuk membuktikan itu?" Oxa mengepalkan tangannya. "Kau tidak tahu betapa pentingnya tulisan itu bagiku."

Milenia menggeleng, matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa bersalah. "Bukan hanya tulisan, Oxa. Itu lebih dari sekadar cerita. Aku membaca dan aku tahu, ada sesuatu yang terikat di dalamnya. Kau menulis dunia yang seharusnya tidak ada, tapi entah bagaimana, dunia itu mencari celah untuk menjadi nyata. Lorong waktu itu bukan mistis semata, tapi resonansi energi—seperti gelombang yang merespons frekuensi tertentu. Kata-kata dalam naskahmu bekerja sebagai katalis."

Oxa terdiam. Kata resonansi dan frekuensi terdengar asing sekaligus masuk akal. Ia ingat bagaimana ia menulis dengan intensitas emosi yang tak pernah ia pahami, seakan ada gelombang lain yang menuntunnya.

"Aku gunakan peta bercahaya ini," lanjut Milenia, kini lebih tenang, "karena peta ini menyimpan pola fraktal. Setiap garis, setiap lekukan, beresonansi dengan dimensi lain. Itu sebabnya monster-monster ini keluar. Aku menjadikan diriku umpan agar mereka keluar dari lorong waktu—karena jika tidak, mereka akan terus mengendap di antara halaman dan akhirnya menelan siapa pun yang membaca."

Hening kembali menyelimuti, sebelum sebuah suara lain muncul—geraman rendah dari kegelapan lorong rak buku. Oxa merasakan bulu kuduknya berdiri, tubuhnya menegang.

Oxa menatap Milenia dengan campuran kagum dan takut. "Kau menjadikan teori sebagai jebakan… tapi ini semua kan permainan pikiran."

Milenia mengangguk. "Gelombang itu tidak akan pernah berdusta. Kita hanya harus tahu cara memantulkannya kembali."

Lihat selengkapnya