Matahari mulai condong ke barat sehingga udara menjadi sedikit sejuk, tetapi kegerahan tingkat tinggi masih terasa di suatu rumah di Pesanggrahan. Bagaimana tak panas, hujan amarah masih berlangsung di ruang tamu. Para orang dewasa sedang memarahi seorang laki-laki yang masih remaja. Nyaris setengah jam lamanya adegan menegangkan itu berlangsung, tanpa jeda. Selama itu juga, yang dimarahi menundukkan kepala sambil menahan air mata yang terjatuh. Karena takut akan wajah-wajah mereka, remaja itu terus memain-mainkan jari-jari sambil menyerap ocehan semua orang secara bergantian.
"Itu akibat kamu nggak bisa mengendalikan diri. Bapak heran juga, remaja seusia kamu itu sudah mengerti mana yang baik dan yang buruk, bisa membedakan yang beresiko dan yang nggak. Nah kamu, nggak ubahnya seperti bintang laut. Nggak ada otak, dan nggak mikir sebelum bertindak. Sekarang, kalo udah kejadian begini, apa yang bisa kamu lakukan?" kata seorang bapak berusia kepala empat.
Yang diomeli tetap diam.
"Besok, lebih baik kamu gak usah hidup lagi, ya, biar nggak jadi sampah masyarakat!"
Kalimat yang diucapkan sang bapak membuat si remaja laki-laki langsung mengangkat wajah. Alih-alih menanyakan maksud perkataan beliau, dia cuma bisa menatap beliau dengan wajah menahan marah. Entah kesalahan apa yang dia perbuat sampai semua orang dewasa jengkel kepadanya? Cuma mereka yang tahu.
×××××