Rahasia Sofi (revisi)

SyerrilAuztin
Chapter #6

Misi Pertama

“Pak Putra benar-benar tidak menghargai waktuku!” Nadia semakin gusar. “Atau jangan-jangan dia punya selingkuhan kali, ya?”

 

Asisten hobi nonton drama, iya begini jadinya.


“Pokoknya lima belas menit lagi! Kalau Pak Putra belum juga keluar dari rumah, aku bakal cancel semua jadwal meeting-nya! Bukan urusanku kalau proyek mahal dari klien gagal, salah sendiri lelet!”


Andai Nadia mau membaca berita kecelakaanku, pasti lebih hemat waktu.

 

“Emang, ya, semua laki-laki itu sama aja! Selalu membuat orang menunggu! Tidak punya rasa tanggung jawab! Apa dia tidak tahu capeknya aku pulang dari luar kota? Dasar bos gila!”

 

Astaga, ini marah ke siapa, ngomel ke mana-mana. Benar-benar memang perempuan.

 

"Sabar, Nadia, sabar. Jangan kebawa emosi. Tapi, nanti kalau ketemu Pak Putra, awas aja! Aku injak-injak kepalanya!"

 

Nadia menghentakkan kaki sekali lagi, kemudian mengeluarkan ponsel dari tas kerjanya, mengetik sesuatu sebentar, lalu ....


"Azka! Pak Putra mana?" Setelah telepon tersambung, tanpa mengucap salam, Nadia to the point menanyakan aku.


Ternyata Azka yang menjadi sasaran kemarahan Nadia. Entah dari mana keduanya saling kenal. Sepertinya aku lupa sebagian memori ketika masih hidup sebagai manusia.


"Nadia? Kamu ini kenapa?" Di sebrang sana, Azka terdengar kebingungan, dan karena Nadia me-loudspeaker panggilan, jadi aku bisa mendengarnya sangat jelas.


"Jangan pura-pura bingung, terus mgalihin topik. Pak Putra mana? Kamu umpetin, kan?"


"Nad, aku--" Azka seperti ingin bicara sesuatu, tapi Nadia langsung menyela.


"Teman macam apa kamu, ngajarin males kerja, ngajarin punya selingkuhan. Ngaku!"


Aku jadi pengen hidup lagi kalau alur ceritanya begini.


"Nada, dengerin aku. Putra itu nggak ada di sini, tapi--"


"Bohong!" Nadia memotong ucapan Azka lagi. "Pasti kamu biarin dia sama selingkuhannya! Selalu begitu, paling suka bikin orang lain susah!"


Telepon terputus sepihak, Nadia tetap ngomel-ngomel menuju motornya, kemudian meninggalkan rumahku. Kalau saja kamu mau menahan emosi sedikit, NAD.


Aku tidak jadi meneruskan niat mengikuti Nadia, biar saja dia ke kantor, mendengar sendiri berita kematianku dari orang-orang. Mungkin dengan begitu Nadia akan sedikit menyesal, sedikit merasa bersalah, sedikit apa pun lah itu namanya.


Aku melangkah gontai mencari Sofi, yang sudah berpindah tempat dengan sepedanya. Sekian menit pencarian, ternyata dia main handphone di pos ronda dengan beberapa anak-anak gen alpha. Gadis random itu malah minta sandi wifi, dan asik mabar game online, tanpa peduli kegalauanku. Benar-benar tidak peka penderitaan orang lain.


Aku membisikkan sesuatu ke telinga Sofi, sehingga gadis itu buru-buru pamit pada teman-teman barunya, dengan alasan mau cari sarapan.


"Ngapain harus mabar sama bocah?" Protesku setelah berada di tempat agak sepi.


Lihat selengkapnya