Rahasia Sofi

SyerrilAuztin
Chapter #6

Kok, Jadi Gini?

"Aku jadi nyesel kenapa harus meninggal secepat ini, Sofi. Siapa yang belain Mama, siapa yang hibur Mama nanti?

 

Pasti hatinya hancur banget kalau tahu Papa ternyata main gila sama sekretarisnya. Apalagi, kematianku dalangnya mereka."


Sambil menikmati udara malam dengan Sofi di halaman rumahnya, aku curhat meratapi nasib. Bersamaan mata yang mendadak berkaca-kaca.


Laki-laki memang pantang menangis dalam situasi apa pun, tapi bayangan Mama membuat perasaanku lemah seketika. Sakit, sesak, patah hati ... dan entah apalagi namanya.

 

"Sabar, ya, Putra. Kamu nggak boleh nyalahin takdir. Semua udah terjadi. Aku janji bakalan bantuin kamu," hibur Sofi sebelum tersenyum lembut.


Tumben senyum, tapi manis juga.


Aku menggeleng cepat. "Nggak mungkin, Fi. Mau bantuin apa? Nadia itu susah dideketin. Selera temannya ya anak orang kaya."


"Gampang itu! Tinggal mikir caranya aja, kok!"


Aku menarik Sofi ke dalam pelukan untuk menghibur hati, meredam perasaan campur aduk yang kualami, sekaligus mengucapkan terima kasih. Biar saja setelah ini akan diajak ribut habis-habisan, yang penting memperoleh ketenangan batin sedikit.

 

Ternyata Sofi tidak menolak seperti yang aku tahu kemarin-kemarin jika disentuh, dia membalas pelukan sambil mengusap punggungku beberapa kali. Tentram, hatiku mendadak seperti tersiram butiran salju. Jantung pun menjadi berdebar seperti masih hidup dulu.


Apa aku sedang proses hidup lagi? Eh.


"Maaf, Putra. Aku ..." Sofi buru-buru melepas pelukan tidak sengaja itu, dan mengalihkan pandangan. Ekspresi gugup tergambar jelas di sana.

 

"Harusnya yang minta maaf aku, Fi." Sama, lidahku mendadak kesulitan merangkai kata-kata. "Sorry, udah lancang peluk kamu."


"Udah lupain." Sofi tersenyum canggung. "Sekarang itu yang harus dipikirin caranya menyelesaikan kasus kamu. Kira-kira ada cara aku bisa deketin Nadia?"

 

"Aku nggak bisa mikir."

 

"Kalau gitu temenin aku cari makan. Laper!"

 

Aku menurut, naik ke boncengan sepeda Sofi untuk diajak muter-muter mencari makanan. Sepanjang jalan gadis itu mengayuh sepedanya sambil membahas apa saja. Kami mendadak akrab dan banyak terawa. Sialnya, kenapa semesta mendadak dipenuhi kupu-kupu cantik dan bintang kertas warna-warni?

 

Sadar, Putra, sadar. Kamu bukan manusia!


Sofi membeli tiga bungkus mie ayam pedas. Dia memilih makan di rumah dan menyisihkan satu porsi untuk Inka yang belum pulang mencari kerja. Kalau makan di tempat penjualnya, kasihan aku harus menunggu sambil nahan lapar, katanya.


Padahal, hantu mana bisa merasakan haus dan lapar?


"Kamu nyiapin dua porsi mie ayam buat siapa?" tanyaku kebingungan, saat duduk menghadap meja makan. "Bukannya Inka belum pulang?"

 

"Buat aku sama kamu," jawab Sofi.


Lah, ngomongnya jadi aku kamu dari kapan?

Lihat selengkapnya